BAB X
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Dasar Hukum dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 junto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Pengertian dari Peradilan Tata Usaha Negara sendiri adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Jadi orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Asas-asas hukum yang melandasi Peradilan Tata Usaha Negara adalah Asas Praduga Rechtmatig, Asas Pembuktian Bebas maksudnya, hakimlah yang menetapkan beban pembuktian, Asas Keaktifan hakim (dominus litis), Asas Putusan Pengadilan mempunyai Kekuatan Mengikat “erga omnes”, bagi siapa saja.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (yang dibentuk dengan keputusan presiden) merupakan pengadilan tingkat pertama, berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (yang dibentuk dengan Undang-Undang) merupakan pengadilan tingkat banding, berkedudukan di ibukota Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang, Misalnya pengadilan pajak. Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Ketetapan Tata Usaha Negara yang mengenal upaya administratif di mana dalam hal suatu badan atau pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Upaya Administratif sendiri dapat dilakukan dengan cara Keberatan yaitu dalam hal penyelesaian dilakukan oleh instansi yang sama, ialah badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Ketetapan Tata Usaha Negara. Cara Banding Administratif yaitu dalam hal penyelesaian dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain.
Peradilan Tata Usaha Negara ini seperti halnya peradilan yang lain, ia juga memiliki aturan main yang disebut dengan hukum acara. Hukum Acara yang berlaku dalam lingkungan peradilan ini terdiri dari pertama, Hukum acara materiil yang meliputi kompetensi absolut dan relatif, Hak gugat, Tenggang waktu menggugat, Alasan menggugat, dan Alat bukti. Hukum acara formal terdiri dari Acara biasa, Acara cepat, dan Acara singkat.
Dimaksud dengan kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara di dalam Sengketa Tata Usaha Negara, maksudnya bahwa sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimaksud dengan Kompetensi Relatif apabila gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat. Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut.
Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.
Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta. Dan apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan tergugat.
Ketetapan Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 3) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Unsur-unsur Ketetapan Tata Usaha Negara terdiri dari Penetapan tertulis, Dikeluarkan oleh badan/pejabat Tata Usaha Negara, Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bersifat konkret, individual dan final, Menimbulkan akibat hukum, serta Seseorang/badan Hukum perdata.
Termasuk dalam Ketetapan Tata Usaha Negara adalah apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu, maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimnya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Tidak termasuk dalam Ketetapan Tata Usaha Negara meliputi Ketetapan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; Ketetapan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; Ketetapan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan; Ketetapan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; Ketetapan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; Ketetapan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; Keputusan KPU baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
Tenggang Waktu Menggugat di dalam peradilan Tata Usaha Negara jika yang dituju adalah Ketetapan Tata Usaha Negara, maka tenggangnya terhitung 90 hari sejak saat Ketetapan Tata Usaha Negara diterima. Bagi pihak ketiga yang berkepentingan maka tenggangnya terhitung 90 hari sejak saat Ketetapan Tata Usaha Negara diumumkan. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991 dikatakan bahwa bagi pihak ketiga yang tidak dituju oleh Ketetapan Tata Usaha Negara, maka penghitungan 90 hari adalah sejak yang bersangkutan mengetahui adanya Ketetapan Tata Usaha Negara tersebut dan merasa kepentingannya dirugikan oleh Ketetapan Tata Usaha Negara.
Hak Gugat diperuntukan bagi yang dapat bertindak sebagai Penggugat yakni orang atau badan hukum perdata atau juga untuk yang kepentingannya dirugikan oleh Ketetapan Tata Usaha Negara.
Petitum terdiri dari Petitum Pokok, maksudnya agar Ketetapan Tata Usaha Negara dinyatakan tidak sah atau batal dan Petitum Tambahan, maksudnya ganti rugi dan rehabilitasi.
Alasan atau dasar gugatan materinya meliputi Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang meliputi: kepastian hukum; tertib penyelenggaraan negara; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; dan akuntabilitas.
Alat bukti yang dapat digunakan dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah meliputi surat atau tulisan; keterangan ahli; keterangan saksi; pengakuan para pihak; dan pengetahuan Hakim. Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
Di dalam beracara PTUN terdapat Acara Biasa yang urutannya adalah sebagai berikut Pra Pemeriksaan, meliputi pengajuan gugatan, biaya perkara, dan pencatatan perkara dalam daftar. Pemeriksaan Pendahuluan meliputi rapat permusyawaratan, pemeriksaan persiapan, penetapan hari sidang, dan panggilan para pihak. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan meliputi intervensi, pemeriksaan berkas, dan putusan pengadilan.
Perihal gugatan materinya terdiri dari Gugatan yaitu permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan dan Tergugat yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
Isi gugatan sesuai dengan Pasal 56 terdiri dari muatan gugatan yang meliputi nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat atau kuasanya. Nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat.
Isi dari dasar gugatan (posita) terdiri atas petitum yang lengkap dan jelas. Sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara. yang disengketakan oleh penggugat. Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.
Biaya perkara juga disertakan, di dalamnya terdiri atas pengajuan gugatan yang penggugat membayar uang muka biaya perkara, yang besarnya ditaksir oleh Panitera Pengadilan, uang muka biaya perkara ialah biaya yang dibayar terlebih dahulu sebagai uang panjar oleh penggugat terhadap perkiraan biaya berperkara yang diperlukan dalam proses sengketa.
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara juga dimungkinkan untuk beracara tanpa biaya, di mana penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan untuk bersengeketa dengan cuma-cuma. Permohonan diajukan pada waktu penggugat mengajukan gugatannya disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah di tempat kediaman pemohon. Permohonan tersebut harus diperiksa dan ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa diperiksa. Penetapan ini diambil di tingkat pertama dan terakhir. Penetapan Pengadilan yang telah mengabulkan permohonan penggugat untuk bersengketa dengan cuma-cuma di tingkat pertama, juga berlaku di tingkat banding dan kasasi.
Hal berikutnya adalah pencatatan perkara dalam Daftar, di mana setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara, gugatan dicatat dalam daftar perkara oleh Panitera Pengadilan. Untuk perkara cuma-cuma, gugatan baru dicatat dalam daftar perkara setelah adanya penetapan yang mengabulkan bersengketa tanpa biaya.
Rapat permusyawaratan (prosedur dismisal), maksudnya adalah bahwa dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan jika gugatan yang diajukan sebelum diperiksa di persidangan dapat dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
Hasil Rapat ini dapat berupa penerimaan atau penolakan terhadap gugatan dalam bentuk penetapan, yang diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya setelah dipanggil dengan surat tercatat oleh Panitera.
Di sini dimungkinkan terdapat perlawanan yaitu terhadap penetapan penolakan dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan. Isi Perlawanan pada hakekatnya menyatakan bahwa gugatan sempurna memenuhi syarat-syarat Pasal 56. Perlawanan diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat. Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan penolakan gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.
Hakim dalam Pemeriksaan Persiapan yakni sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Di sini Hakim wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari. Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. Terhadap putusan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru.
Penentuan penetapan hari sidang yakni hakim harus mempertimbangkan jauh dekatnya tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat persidangan. Hari persidangan ditetapkan selambat-lambatnya 30 hari setelah gugatan dicatat dalam daftar perkara.
Panggilan para pihak dilakukan dengan pertimbangan jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang yang tidak boleh kurang dari enam hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat. Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirimkan dengan surat tercatat. Dalam hal salah satu pihak berkedudukan atau berada di luar negeri, maka surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan diteruskan melalui Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Departemen Luar Negeri segera menyampaikan surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalain wilayah tempat yang bersangkutan berkedudukan atau berada. Petugas Perwakilan Republik Indonesia dalam jangka waktu tujuh hari sejak dilakukan pemanggilan tersebut, wajib memberi laporan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, untuk keperluan pemeriksaan, maka Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakannya terbuka untuk umum. Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.
Dalam hal Penggugat tidak hadir atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patut, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara. Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah membayar uang muka biaya perkara.
Dalam hal Tergugat tidak hadir, atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali sidang berturut-turut dan/atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggujawabkan meskipun setiap kali telah dipanggil dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan Surat penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan. Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan dengan Surat tercatat penetapan tidak diterima berita, baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadirnya tergugat. Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilakukan secara tuntas.
Pemeriksaan Sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing. Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus saksama oleh Hakim. Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim.
Dalam hal pencabutan gugatan, penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan, oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pangadilan hanya apabila disetujui tergugat.
Dalam hal Eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan apabila Hakim mengetahui hal itu, ia karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pangadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan. Eksepsi tentang kewenangan relatif Pengadilan diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa. Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan Pengadilan hanya dapat diputus bersama dengan pokok sengketa.
Dalam hal Intervensi, selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai pihak yang membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa. Permohonan tersebut dapat dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan sela yang dicantumkan dalam berita acara sidang. Permohonan banding terhadap putusan sela tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.
Dalam hal Pemeriksaan berkas, dengan izin Ketua Pengadilan, penggugat, tergugat, dan penasihat hukum dapat mempelajari berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang bersangkutan di kepaniteraan dan membuat kutipan seperlunya. Para pihak yang bersangkutan dapat membuat atau menyuruh membuat salinan atau petikan segala surat pemeriksaan perkaranya, dengan biaya sendiri setelah memperoleh izin Ketua Pengadilan yang bersangkutan. Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.
Putusan Pengadilan yang dijatuhkan dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, jika kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing. Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut. Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutanya. Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan. Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum, atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak.
Putusan Pengadilan ini dapat berupa gugatan ditolak yaitu memperkuat keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, atau gugatan dikabulkan yaitu tidak membenarkan keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik seluruhnya maupun sebagian, atau gugatan tidak diterima yaitu gugatan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, atau gugatan gugur yaitu apabila para pihak atau kuasanya tidak hadir pada persidangan yang telah ditentukan dan dipanggil secara patut.
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. Kewajiban tersebut berupa pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara; atau pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 (karena sebelumnya tidak ada). Kewajiban tersebut dapat disertai pembebanan ganti rugi. Dalam hal putusan Pengadilan menyangkut kepegawaian, maka di samping kewajiban tersebut, dapat disertai pemberian rehabilitasi.
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat dilakukan apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah diterimanya permohonan mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut. Terhadap penetapan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan Hakim tunggal. Dalam hal permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.
Pemeriksaan dengan Acara Singkat terjadi karena dua hal pertama ada perlawanan, ke dua terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan.
Menurut Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dikatakan bahwa gugatan pada prinsipnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Permohonan dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
Permohonan penundaan ini dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan. Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Dalam hal Proses Banding, maka permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah. Permohonan pemeriksaan banding disertai pembayaran uang muka biaya perkara banding lebih dahulu, yang besarnya ditaksir oleh Panitera. Permohonan pemeriksaan banding dicatat oleh Panitera dalam daftar perkara. Panitera memberitahukan hal tersebut kepada pihak terbanding. Selambat-lambatnya tiga puluh hari sesudah permohonan pemeriksaan banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut. Salinan putusan, berita acara, dan surat lain yang bersangkutan harus dikirimkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat-lambatnya enam puluh hari sesudah pernyataan permohonan pemeriksaan banding. Para pihak dapat menyerahkan memori banding dan/atau kontra memori banding serta surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dengan ketentuan bahwa salinan memori dan/atau kontra memori diberikan kepada pihak lainnya dengan perantaraan Penitera Pengadilan.
Pemeriksaan dalam Banding dilakukan apabila Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang lengkap, maka PT tersebut dapat mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan tambahan atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan melaksanakan pemeriksaan tambahan. Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan tidak berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, sedang Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat lain, Peradilan Tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus sendiri perkara itu atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan memeriksa dan memutusnya.
Dalam hal Kasasi terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Dalam hal Peninjauan Kembali terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Acara pemeriksaan peninjauan kembali dilakukan menurut ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Dalam hal Pelaksanaan Putusan, maka salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari. Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan dikirimkan, tergugat tidak melaksanakan kewajibannya (untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara), maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c (pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3), dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera.
Tampilkan postingan dengan label H. Administrasi Negara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label H. Administrasi Negara. Tampilkan semua postingan
Kamis, 17 November 2011
peradilan tata usaha negara
Label:
H. Administrasi Negara
perlindungan hukum
BAB VIII
PERLINDUNGAN HUKUM
Dalam kehidupan bernegara, peran negara cenderung terlalu kuat di hadapan warga negaranya, untuk itu, warga negara membutuhkan perlindungan legal agar terhindar dari perbuatan pemerintah sebagai representasi negara, yang merugikan warga negaranya sendiri. Macam-macam perbuatan pemerintah yang bisa merugikan masyarakat tersebut adalah, perbuatan pemerintah dalam bidang pembuatan peraturan perundang-undangan (regeling), perbuatan pemerintah dalam penerbitan ketetapan (beschikking), dan perbuatan pemerintah dalam bidang keperdataan.
Jenis Perlindungan Hukum yang dapat diberikan oleh hukum kepada warga negaranya adalah sebagai berikut, warga negara berhak atas perlindungan hukum terhadap perbuatan pemerintah yang bertentangan dengan hukum yang melanggar hak warga negara.
Dalam hal perlindungan hukum bidang perdata, penguasa dapat dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum karena melanggar hak subyektif orang bila penguasa tersebut melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan hukum perdata dengan warga negara serta melanggar ketentuan dalam hukum tersebut.
Dalam hal perlindungan hukum bidang publik, penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik serta melanggar ketentuan kaidah hukum tersebut.
Dalam perlindungan hukum dalam bidang perdata ini apakah negara dapat digugat di muka hakim perdata? Sebab dalam kriteria perbuatan melawan hukum Negara tidak dapat digugat, hal ini sesuai dengan pendapat Kranenburg, yang menyatakan bahwa konsep negara sebagai lembaga kekuasaan dikaitkan dengan konsep hukum sebagai keputusan kehendak oleh kekuasaan, sehingga tidak ada tanggung gugat negara, namun negara dalam konsep dapat dibedakan negara sebagai penguasa dan negara sebagai fiskus, oleh karenanya sebagai penguasa negara memang tidak dapat digugat, namun sebagai fiskus negara dapat digugat.
Dalam kriteria sifat hak, apakah suatu hak dilindungi oleh hukum publik ataukah hukum perdata? Dapat dilihat dari kriteria kepentingan hukum yang dilanggar, sebab perbuatan melawan hukum itulah yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menggugat negara. Dilihat dari konsep yang memisahkan antara fungsi dan pelaksanaan fungsi, maka fungsi memang tidak dapat digugat, akan tetapi pelaksanaan dari fungsi yang melahirkan kerugian warga negara dapat digugat. Konsep dengan asumsi dasar bahwa negara dan alat-alatnya berkewajiban dalam tindak tanduknya untuk memperhatikan tingkah laku manusiawi yang normal, sehingga setiap kelakuan yang mengubah kelakuan normal dan melahirkan kerugian maka dapat digugat.
Kriteria Perbuatan Melawan Hukum ini sebagai interpretasi dari Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu “tiap perbuatan melanggar Hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Sebelum Tahun 1919, hal ini ditafsirkan secara sempit yaitu bahwa unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum itu meliputi, adanya perbuatan melawan hukum, adanya kerugian, adanya hubungan kausal antara Perbuatan Melawan Hukum dan kerugian, dan adanya kesalahan.
Kemudian setelah Tahun 1919, kriteria Perbuatan Melawan Hukum berkembang menjadi sebagai berikut: Mengganggu hak orang lain, Bertentangan dengan kewajiban Hukum pelaku, Bertentangan dengan kesusilaan, Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.
Di dalam Yurisprudensi Indonesia dinyatakan bahwa kriteria Perbuatan Melawan Hukum oleh penguasa itu meliputi Perbuatan penguasa melanggar Undang-Undang dan perturan formal yang berlaku dan Perbuatan penguasa melanggar kepentingan dalam masyarakat yang seharusnya dipatuhi.
Dengan demikian warga negara harus mendapat perlindungan di mana pada perlindungan hukum dalam Bidang Hukum Publik itu dapat berupa perlindungan hukum preventif dalam arti rakyat diberi kesempatan untuk ajukan keberatan, sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, tujuannya untuk mencegah sengketa. Terdapat juga perlindungan hukum represif di mana ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Perlindungan Hukum akibat dikeluarkannya keputusan ditempuh melalui MA dengan cara hak uji materiil. Mahkamah Konstitusi menguji Undang-Undang terhadap konstitusi. Tolok ukur uji materiil meliputi apakah bertentangan/tidak dengan peraturan yang lebih tinggi dan apakah bertentangan/tidak dengan kepentingan umum. Untuk peraturan daerah caranya adalah dengan pembatalan oleh organ yang berwenang tanpa melalui proses peradilan.
PERLINDUNGAN HUKUM
Dalam kehidupan bernegara, peran negara cenderung terlalu kuat di hadapan warga negaranya, untuk itu, warga negara membutuhkan perlindungan legal agar terhindar dari perbuatan pemerintah sebagai representasi negara, yang merugikan warga negaranya sendiri. Macam-macam perbuatan pemerintah yang bisa merugikan masyarakat tersebut adalah, perbuatan pemerintah dalam bidang pembuatan peraturan perundang-undangan (regeling), perbuatan pemerintah dalam penerbitan ketetapan (beschikking), dan perbuatan pemerintah dalam bidang keperdataan.
Jenis Perlindungan Hukum yang dapat diberikan oleh hukum kepada warga negaranya adalah sebagai berikut, warga negara berhak atas perlindungan hukum terhadap perbuatan pemerintah yang bertentangan dengan hukum yang melanggar hak warga negara.
Dalam hal perlindungan hukum bidang perdata, penguasa dapat dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum karena melanggar hak subyektif orang bila penguasa tersebut melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan hukum perdata dengan warga negara serta melanggar ketentuan dalam hukum tersebut.
Dalam hal perlindungan hukum bidang publik, penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik serta melanggar ketentuan kaidah hukum tersebut.
Dalam perlindungan hukum dalam bidang perdata ini apakah negara dapat digugat di muka hakim perdata? Sebab dalam kriteria perbuatan melawan hukum Negara tidak dapat digugat, hal ini sesuai dengan pendapat Kranenburg, yang menyatakan bahwa konsep negara sebagai lembaga kekuasaan dikaitkan dengan konsep hukum sebagai keputusan kehendak oleh kekuasaan, sehingga tidak ada tanggung gugat negara, namun negara dalam konsep dapat dibedakan negara sebagai penguasa dan negara sebagai fiskus, oleh karenanya sebagai penguasa negara memang tidak dapat digugat, namun sebagai fiskus negara dapat digugat.
Dalam kriteria sifat hak, apakah suatu hak dilindungi oleh hukum publik ataukah hukum perdata? Dapat dilihat dari kriteria kepentingan hukum yang dilanggar, sebab perbuatan melawan hukum itulah yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menggugat negara. Dilihat dari konsep yang memisahkan antara fungsi dan pelaksanaan fungsi, maka fungsi memang tidak dapat digugat, akan tetapi pelaksanaan dari fungsi yang melahirkan kerugian warga negara dapat digugat. Konsep dengan asumsi dasar bahwa negara dan alat-alatnya berkewajiban dalam tindak tanduknya untuk memperhatikan tingkah laku manusiawi yang normal, sehingga setiap kelakuan yang mengubah kelakuan normal dan melahirkan kerugian maka dapat digugat.
Kriteria Perbuatan Melawan Hukum ini sebagai interpretasi dari Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu “tiap perbuatan melanggar Hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Sebelum Tahun 1919, hal ini ditafsirkan secara sempit yaitu bahwa unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum itu meliputi, adanya perbuatan melawan hukum, adanya kerugian, adanya hubungan kausal antara Perbuatan Melawan Hukum dan kerugian, dan adanya kesalahan.
Kemudian setelah Tahun 1919, kriteria Perbuatan Melawan Hukum berkembang menjadi sebagai berikut: Mengganggu hak orang lain, Bertentangan dengan kewajiban Hukum pelaku, Bertentangan dengan kesusilaan, Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian.
Di dalam Yurisprudensi Indonesia dinyatakan bahwa kriteria Perbuatan Melawan Hukum oleh penguasa itu meliputi Perbuatan penguasa melanggar Undang-Undang dan perturan formal yang berlaku dan Perbuatan penguasa melanggar kepentingan dalam masyarakat yang seharusnya dipatuhi.
Dengan demikian warga negara harus mendapat perlindungan di mana pada perlindungan hukum dalam Bidang Hukum Publik itu dapat berupa perlindungan hukum preventif dalam arti rakyat diberi kesempatan untuk ajukan keberatan, sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, tujuannya untuk mencegah sengketa. Terdapat juga perlindungan hukum represif di mana ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Perlindungan Hukum akibat dikeluarkannya keputusan ditempuh melalui MA dengan cara hak uji materiil. Mahkamah Konstitusi menguji Undang-Undang terhadap konstitusi. Tolok ukur uji materiil meliputi apakah bertentangan/tidak dengan peraturan yang lebih tinggi dan apakah bertentangan/tidak dengan kepentingan umum. Untuk peraturan daerah caranya adalah dengan pembatalan oleh organ yang berwenang tanpa melalui proses peradilan.
Label:
H. Administrasi Negara
sanksi hukum administrasi
SANKSI HUKUM ADMINISTRASI
Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis” . JJ. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasiinistratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”.
Jenis Sanksi Administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya bestuursdwang, dwangsom), sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif, sedangkan Sanksi Regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan,
Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan. Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan.
Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
A. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)
Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.
Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat substansial seorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB.
Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran.
Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RTRW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara.
Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.
B. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan
Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
Ini diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.
Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.
Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.
Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.
C. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)
N.E. Algra, mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga.
Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan
D. Pengenaan Denda Administrasiinistratif
Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.
Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis” . JJ. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasiinistratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”.
Jenis Sanksi Administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya bestuursdwang, dwangsom), sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif, sedangkan Sanksi Regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan,
Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan. Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan.
Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
A. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)
Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.
Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat substansial seorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB.
Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran.
Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RTRW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.
Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara.
Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.
B. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan
Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.
Ini diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.
Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.
Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.
Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.
C. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)
N.E. Algra, mempunyai pendapat tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga.
Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan
D. Pengenaan Denda Administrasiinistratif
Pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.
Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Label:
H. Administrasi Negara
barang milik negara
BARANG-BARANG MILIK PEMERINTAH/NEGARA
A. Peruntukkan Barang Milik Pemerintah
Barang-barang milik pemerintah public goods terdiri dari Publiek domein, yaitu barang/benda yang disediakan untuk dipakai oleh publik. Misal jalan, jembatan, pelabuhan dan lain-lain, Privaat domein, yaitu barang/benda yang digunakan untuk pemakaian sendiri dan tidak ditujukan untuk peruntukkan umum. Misalkan gedung kantor, rumah dinas, mobil dinas, perabotan kantor.
Menurut Hukum Belanda, penguasa selaku pemilik, dalam banyak hal mempunyai kewenangan penguasaan berdasarkan Hukum keperdataan, namun ia tidak dapat menggunakannya secara bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang layak.
Status Pemilikan Publiek Domein Menurut Sistem Hukum Indonesia telah diatur di dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, dan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa wewenang Hak Menguasai Negara meliputi mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan Bumi Air dan Ruang Angkasa (BAR). Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang dengan Bumi Air dan Ruang Angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai Bumi Air dan Ruang Angkasa.
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa wewenang Hak Menguasai Negara adalah untuk kemakmuran rakyat. Hal yang sama juga dinyatakan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku Badan Penguasa. Perkataan “dikuasai” bukanlah berarti “dimiliki”. Hal ini sama dengan pernyataan bahwa Indonesia secara hukum menolak asas domein yang pernah dianut oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah didasarkan atas hukum yang hal tersebut telah dinyatakan dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Barang milik negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D, barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah seperti barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Di dalam melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
B. Cara Pemerintah Memperoleh Barang Publiek Domein
Cara pemerintah memperoleh barang publik adalah melalui Cara Hukum Keperdataan, yakni berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Perdata. Misalnya jual beli, tukar menukar, sewa menyewa. Cara lain juga dapat dilakukan melalui cara Hukum. Publik, yakni berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Publik, misalnya pencabutan hak atas tanah, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dan sebagainya.
Perbedaan cara pemerintah dalam memperoleh melalui hukum antara perdata dan publik, jika Cara Hukum Privat, kedudukan hukum pemerintah dengan pemilik benda bersifat sejajar kemudian antara hak dan kewajiban pemerintah dengan pemilik benda sama. Tidak dibenarkan adanya pemutusan perjanjian secara sepihak dan Apabila terjadi sengketa maka itu merupakan sengketa perdata. Sedangkan jika Cara Hukum Publik, maka kedudukan hukum antara pemerintah dengan pemilik benda bersifat top-down/vertikal. Pemerintah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan pemilik benda. Kehendak pemerintah bersifat lebih menentukan dari pada yang lain. Apabila terjadi sengketa, maka hal tersebut merupakan sengketa administrasi.
Hak Pemerintah untuk mengambil dan menggunakan Tanah Warga Negara didasarkan atas hukum yaitu Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan Hak atas Tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksnaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006, Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007.
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria dikatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
Pernyataan di atas merupakan jaminan bagi pemegang Hak Atas Tanah. Dengan kata lain pula berdasarkan pernyataan di atas maka pencabutan Hak Atas Tanah hanya dapat dilakukan dengan syarat, untuk kepentingan umum, dengan ganti rugi yang layak, dan caranya diatur dengan undang-undang. Pengertian Kepentingan Umum di sini seperti dijelaskan oleh Keppres Nomor 55 Tahun 1993 bahwa yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Juga seperti yang dimaksudkan oleh Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo Perpres Nomor 65 Tahun 2006 bahwa kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.
Kriteria Kepentingan Umum di dalamnya meliputi juga Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, misalnya jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; tempat pembuangan sampah; cagar alam dan cagar budaya; pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Pemerintah juga dapat melakukan pengadaan tanah, namun di dalam mengupayakannya diperlukan Prosedur Pengadaan Tanah yang meliputi Perencanaan, Penetapan lokasi, Penyuluhan, Identifikasi dan Inventarisasi, Penilaian, Musyawarah, Keputusan Panitia Pengadaan Tanah, Pembayaran Ganti Rugi, dan Pelepasan Hak.
Di dalam melakukan pelepaan hak terdapat ganti rugi. Ganti Rugi menurut Pasal 1 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dinyatakan bahwa ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Bentuk ganti rugi ini dapat berupa uang dan/atau tanah pengganti dan/atau pemukiman kembali dan/atau gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud maupun bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang diTata Usaha Negarajuk oleh panitia. Dapat juga diukur dari nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan. Dapat juga diukur dari nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.
C. Badan Usaha Milik Negara
Negara sebagai badan hukum juga dapat memiliki perusahaan yang seringkali disebut dengan BUMN. Badan Usaha Milik Negara ini dasar Hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dikatakan bahwa Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; mengejar keuntungan; menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Karyawan BUMN juga dapat membentuk serikat pekerja layaknya karyawan perusahaan swata. Bentuk BUMN dapat berupa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Persero, terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, di mana maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.
Perum, maksud dan tujuan dari Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Anggaran dasar dan perubahan anggaran dasar Perum ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
Selain BUMN terdapat BUMD di daerah. Dasar hukum BUMD adalah Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 18) yang menyatakan bahwa Indonesia dibagi dalam wilayah rovinsi dan Kabupaten/Kota yang mempunyai Pemerintah daerah dan menjalankan otonomi yang seluas-luasnya. Pemerintah daerah berusaha meningkatkan PAD melalui pembentukan BUMD. Dasar lain adalah Undang-Undang Nomor5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Salah satu sumber pendapatan daerah adalah hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayan daerah yang dipisahkan. Setiap perusahaan daerah diatur dengan Peraturan daerah atas kuasa Peraturan Perundangan di atasnya.
Maksud dan tujuan dari BUMD adalah, bermaksud turut serta melaksanakan pembangunan daerah/nasional, merupakan salah satu sumber PAD, dan ikut berpartisipasi dalam pengembangan perekonomian daerah, memberikan lapangan usaha bagi masyarakat. Adapun Tujuannya ialah memberikan sumbangan dana bagi Pemerintah daerah, mengurangi pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, memberikan keamanan kerja bagi para pegawainya.
Penyebab utama dari kondisi tersebut adalah karena ekonomi Masyarakat/pendapatan per kapita yang masih rendah. Terdapat kecenderungan Perusahaan Daerah untuk lebih mengutamakan pelayanan sosial non profit ketimbang pelayanan yang menjanjikan keuntungan. Karena kondisi ekonomi masyarakat, Pemerintah daerah menciptakan pricing yang tidak memungkinkan untuk meraih keuntungan. Secara politis masalah tarif sensitif di daerah. Tarif hanya ditujukan untuk menutup operating cost. Belum adanya manajemen yang efektif, karena rendahnya SDM. Masih adanya campur tangan birokrasi dalam bidang keuangan dan Kurangnya kemitraan dengan swasta. Strategi Reformasi BUMD menurut Jack L.Upper dan George B.Baldwin dikatakan bahwa Reformasi BUMD mengupayakan orientasi ke mekanisme pasar, menciptakan kemampuan berkompetisi, merubah Sistem Keuangan BUMD, kebijakan pricing berdasarkan kondisi pasar terbuka, pembaharuan dalam aspek hukum dan pengaturan, meningkatkan akuntabilitas dan otonomi, kemandirian Dewan Direksi, meningkatkan kemampuan manajerial, menentukan target kinerja, dan evaluasi manajemen dan kompensasi.
A. Peruntukkan Barang Milik Pemerintah
Barang-barang milik pemerintah public goods terdiri dari Publiek domein, yaitu barang/benda yang disediakan untuk dipakai oleh publik. Misal jalan, jembatan, pelabuhan dan lain-lain, Privaat domein, yaitu barang/benda yang digunakan untuk pemakaian sendiri dan tidak ditujukan untuk peruntukkan umum. Misalkan gedung kantor, rumah dinas, mobil dinas, perabotan kantor.
Menurut Hukum Belanda, penguasa selaku pemilik, dalam banyak hal mempunyai kewenangan penguasaan berdasarkan Hukum keperdataan, namun ia tidak dapat menggunakannya secara bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang layak.
Status Pemilikan Publiek Domein Menurut Sistem Hukum Indonesia telah diatur di dalam Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, dan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa wewenang Hak Menguasai Negara meliputi mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan Bumi Air dan Ruang Angkasa (BAR). Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang dengan Bumi Air dan Ruang Angkasa. Menentukan dan mengatur hubungan. hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum mengenai Bumi Air dan Ruang Angkasa.
Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa wewenang Hak Menguasai Negara adalah untuk kemakmuran rakyat. Hal yang sama juga dinyatakan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya, bahwa bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak selaku Badan Penguasa. Perkataan “dikuasai” bukanlah berarti “dimiliki”. Hal ini sama dengan pernyataan bahwa Indonesia secara hukum menolak asas domein yang pernah dianut oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah didasarkan atas hukum yang hal tersebut telah dinyatakan dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Barang milik negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/D, barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah seperti barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Di dalam melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah, perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
B. Cara Pemerintah Memperoleh Barang Publiek Domein
Cara pemerintah memperoleh barang publik adalah melalui Cara Hukum Keperdataan, yakni berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Perdata. Misalnya jual beli, tukar menukar, sewa menyewa. Cara lain juga dapat dilakukan melalui cara Hukum. Publik, yakni berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam Hukum Publik, misalnya pencabutan hak atas tanah, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dan sebagainya.
Perbedaan cara pemerintah dalam memperoleh melalui hukum antara perdata dan publik, jika Cara Hukum Privat, kedudukan hukum pemerintah dengan pemilik benda bersifat sejajar kemudian antara hak dan kewajiban pemerintah dengan pemilik benda sama. Tidak dibenarkan adanya pemutusan perjanjian secara sepihak dan Apabila terjadi sengketa maka itu merupakan sengketa perdata. Sedangkan jika Cara Hukum Publik, maka kedudukan hukum antara pemerintah dengan pemilik benda bersifat top-down/vertikal. Pemerintah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan pemilik benda. Kehendak pemerintah bersifat lebih menentukan dari pada yang lain. Apabila terjadi sengketa, maka hal tersebut merupakan sengketa administrasi.
Hak Pemerintah untuk mengambil dan menggunakan Tanah Warga Negara didasarkan atas hukum yaitu Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang pencabutan Hak atas Tanah dan benda-benda yang ada diatasnya. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksnaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006, Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007.
Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria dikatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
Pernyataan di atas merupakan jaminan bagi pemegang Hak Atas Tanah. Dengan kata lain pula berdasarkan pernyataan di atas maka pencabutan Hak Atas Tanah hanya dapat dilakukan dengan syarat, untuk kepentingan umum, dengan ganti rugi yang layak, dan caranya diatur dengan undang-undang. Pengertian Kepentingan Umum di sini seperti dijelaskan oleh Keppres Nomor 55 Tahun 1993 bahwa yang dimaksud kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Juga seperti yang dimaksudkan oleh Perpres Nomor 36 Tahun 2005 jo Perpres Nomor 65 Tahun 2006 bahwa kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat.
Kriteria Kepentingan Umum di dalamnya meliputi juga Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, misalnya jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; tempat pembuangan sampah; cagar alam dan cagar budaya; pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Pemerintah juga dapat melakukan pengadaan tanah, namun di dalam mengupayakannya diperlukan Prosedur Pengadaan Tanah yang meliputi Perencanaan, Penetapan lokasi, Penyuluhan, Identifikasi dan Inventarisasi, Penilaian, Musyawarah, Keputusan Panitia Pengadaan Tanah, Pembayaran Ganti Rugi, dan Pelepasan Hak.
Di dalam melakukan pelepaan hak terdapat ganti rugi. Ganti Rugi menurut Pasal 1 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dinyatakan bahwa ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.
Bentuk ganti rugi ini dapat berupa uang dan/atau tanah pengganti dan/atau pemukiman kembali dan/atau gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud maupun bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dasar perhitungan besarnya ganti rugi adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang diTata Usaha Negarajuk oleh panitia. Dapat juga diukur dari nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan. Dapat juga diukur dari nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian.
C. Badan Usaha Milik Negara
Negara sebagai badan hukum juga dapat memiliki perusahaan yang seringkali disebut dengan BUMN. Badan Usaha Milik Negara ini dasar Hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dikatakan bahwa Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya; mengejar keuntungan; menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi; turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Karyawan BUMN juga dapat membentuk serikat pekerja layaknya karyawan perusahaan swata. Bentuk BUMN dapat berupa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Persero, terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, di mana maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.
Perum, maksud dan tujuan dari Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Anggaran dasar dan perubahan anggaran dasar Perum ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
Selain BUMN terdapat BUMD di daerah. Dasar hukum BUMD adalah Undang-Undang Dasar 1945 (pasal 18) yang menyatakan bahwa Indonesia dibagi dalam wilayah rovinsi dan Kabupaten/Kota yang mempunyai Pemerintah daerah dan menjalankan otonomi yang seluas-luasnya. Pemerintah daerah berusaha meningkatkan PAD melalui pembentukan BUMD. Dasar lain adalah Undang-Undang Nomor5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Salah satu sumber pendapatan daerah adalah hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayan daerah yang dipisahkan. Setiap perusahaan daerah diatur dengan Peraturan daerah atas kuasa Peraturan Perundangan di atasnya.
Maksud dan tujuan dari BUMD adalah, bermaksud turut serta melaksanakan pembangunan daerah/nasional, merupakan salah satu sumber PAD, dan ikut berpartisipasi dalam pengembangan perekonomian daerah, memberikan lapangan usaha bagi masyarakat. Adapun Tujuannya ialah memberikan sumbangan dana bagi Pemerintah daerah, mengurangi pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, memberikan keamanan kerja bagi para pegawainya.
Penyebab utama dari kondisi tersebut adalah karena ekonomi Masyarakat/pendapatan per kapita yang masih rendah. Terdapat kecenderungan Perusahaan Daerah untuk lebih mengutamakan pelayanan sosial non profit ketimbang pelayanan yang menjanjikan keuntungan. Karena kondisi ekonomi masyarakat, Pemerintah daerah menciptakan pricing yang tidak memungkinkan untuk meraih keuntungan. Secara politis masalah tarif sensitif di daerah. Tarif hanya ditujukan untuk menutup operating cost. Belum adanya manajemen yang efektif, karena rendahnya SDM. Masih adanya campur tangan birokrasi dalam bidang keuangan dan Kurangnya kemitraan dengan swasta. Strategi Reformasi BUMD menurut Jack L.Upper dan George B.Baldwin dikatakan bahwa Reformasi BUMD mengupayakan orientasi ke mekanisme pasar, menciptakan kemampuan berkompetisi, merubah Sistem Keuangan BUMD, kebijakan pricing berdasarkan kondisi pasar terbuka, pembaharuan dalam aspek hukum dan pengaturan, meningkatkan akuntabilitas dan otonomi, kemandirian Dewan Direksi, meningkatkan kemampuan manajerial, menentukan target kinerja, dan evaluasi manajemen dan kompensasi.
Label:
H. Administrasi Negara
instrumen pemerintah
BAB V
INSTRUMEN PEMERINTAHAN
Pemerintahan dalam menjalankan tugas, fungsi, kewajiban dan tanggung jawabnya diperlengkapi dengan berbagai macam instrumen antara lain adalah, Insrumen Yuridis Pemerintah yang meliputi Peraturan Perundang-undangan, Ketetapan Tata Usaha Negara (K TUN), Peraturan Kebijaksanaan, Rencana, Perizinan, dan Instrumen Hukum Keperdataan.
Adapun sifat norma hukum administrasi adalah norma umum-abstrak, misalnya Undang-Undang, norma individual konkret, misalnya K TUN, norma umum konkret, dan norma individual abstrak, misalnya izin gangguan.
Peraturan Perundang-undangan bercirikan sebagai berikut, bersifat umum dan komprehensif, bersifat universal untuk peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya, memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri seperti pencantuman klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali jika terdapat kekeliruan.
Pengertian Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang dinyatakan bahwa ” peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum”. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa ”peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”. Demikian pula menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Kewenangan Pemerintah dalam bidang legislasi merupakan langkah mundur pembuat Undang-Undang (terugtred van de wetgever), dalam rangka aplikasi norma Hukum administrasi umum-abstrak terhadap peristiwa konkret dan individual. Sifatnya adalah mandiri berupa keputusan yang merupakan peraturan perundang-undangan dan tidak mandiri (Kolegial).
Ketetapan Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dinyatakan bahwa ”ketetapan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Unsur-unsur dalam K TUN sendiri adalah meliputi, penetapan tertulis, dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, menimbulkan akibat hukum, seseorang/badan Hukum perdata.
Syarat-syarat pembuatan K TUN adalah memenuhi syarat-syarat materiil dan syarat-syarat formal. Memenuhi syarat maksudnya adalah apa bila syarat materiil dan syarat formal telah terpenuhi maka ketetapan itu sah menurut Hukum, apa bila satu/beberapa persyaratan tidak terpenuhi, ketetapan itu mengandung kekurangan dan menjadi tidak sah.
Adapun memenuhi syarat-syarat material maksudnya adalah organ pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang, ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan yuridis, seperti penipuan, paksaan atau suap, dan kesesatan, Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan/situasi tertentu, ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lain, serta isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Sedangkan memenuhi syarat-syarat formal maksudnya adalah syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi, ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam perat perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu, dan syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan ketetapan harus dipenuhi.
Akibat ketetapan yang tidak sah (menurut A.M. Donner) maka harus dipandang sebagai: Tap harus dianggap batal sama sekali, Berlakunya Tap dapat digugat baik dalam banding, dalam pembatalan oleh jabatan, dan dalam penarikan kembali, serta apa bila memerlukan persetujuan/peneguhan, badan yang lebih tinggi dapat tidak memberikan persetujuan/peneguhan, dan Tap diberi tujuan lain daripada tujuan semula.
Berlakunya ketetapan dapat saja terjadi jika berdasarkan peraturan dasarnya terhadap tap itu tidak memberi kemungkinan banding bagi yang dikenai tap, ketetapan mulai berlaku sejak saat diterbitkan, jika berdasarkan peraturan dasarnya terdapat kemungkinan banding terhadap tap, keberlakuan ketetapan tergantung dari proses banding atau sejak saat berakhirnya batas waktu banding, dan jika tap memerlukan pengesahan organ yang lebih tinggi, ketetapan mulai berlaku setelah mendapat pengesahan.
Ketetapan yang Sah dan sudah dinyatakan berlaku adalah dianggap mempunyai kekuatan Hukum formal, mempunyai kekuatan Hukum material, dan melahirkan prinsip praduga rechtmatig (het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa).
Ketetapan yang telah memiliki kekuatan Hukum formal tidak dapat dibantah baik oleh pihak yang berkepentingan, hakim, organ pemerintah yang lebih tinggi, maupun organ yang membuat tap. Ketetapan mempunyai kekuatan Hukum material bila tap itu tidak lagi dapat ditiadakan oleh alat negara yang membuatnya, kecuali peraturan perundang-undangan memberikan kemungkinan kepada administrasi negara untuk meniadakan ketetapan itu.
Presumtio Justea Causa artinya setiap tap yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap sah menurut hukum. Dengan konsekuensi sebagai berikut: setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, kecuali setelah ada pembatalan dari pengadilan, setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya, meskipun terdapat keberatan, banding, perlawanan atau gugatan terhadap tap oleh pihak yang dikenai tap tersebut.
Asas praduga rechtmatig berkaitan dengan asas kepastian Hukum (salah satu AAUPL). Praktik administrasi di Indonesia bertentangan dengan kedua asas tersebut di atas: Dalam surat ketetapan terdapat klausula pengaman, yang berbunyi “apa bila dikemudian hari terdapat kekeliruan atau kekurangan, maka surat keputusan ini akan ditinjau kembali”
Dalam Freies Ermessen/Discretion, menurut Sjachran Basah dinyatakan bahwa Freies Ermessen adalah keleluasan dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan menurut S.F Marbun Freies Ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba, di mana hukum tidak mengaturnya.
Unsur-unsur dari Freies Ermessen dalam Negara Hukum adalah meliputi ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik; merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara; sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum; sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri; sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba; dan sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
Harus dapat dipertanggungjawabkan secara Moral dan Hukum maksudnya jika secara moral maka tanggung jawab didasarkan atas Pancasila dan Sumpah/Janji, namun jika secara hukum maka tanggung jawab akan melingkupi batas atas dan batas bawah di mana dalam batas atas ia wajib taat asas terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak melanggar hukum dan dalam batas bawah maka ia tidak boleh melanggar hak asasi warga negara.
Menurut Peraturan Kebijaksanaan, kewenangan diskresioner administrasi negara yang diwujudkan dalam instrumen yuridis tertulis melahirkan peraturan kebijaksanaan. Peraturan kebijaksanaan hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan. Disebut psudeo-wetgeving (Perundang-undangan semu) atau spigelsrecht (hukum bayangan). Kekuatan mengikat Peraturan Kebijaksanaan adalah sebagai berikut, Peraturan kebijaksanaan pada dasarnya ditujukan kpada administrasi negara sendiri. Artinya peraturan kebijaksanaan hanya mengikat administrasi Negara. Dan Peraturan kebijaksanaan bagi masyarakat menimbulkan keterikatan secara tidak langsung.
Pembuatan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut, tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang diskresioner yang dijabarkan itu. Tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat. Dipersiapkan dengan cermat. Isi dari kebijaksanaan harus memberikan kejelasan yang cukup mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga yang terkena peraturan tersebut. Tujuan dan dasar pertimbangan mengenai kebijaksanaan yang akan ditempuh harus jelas. Harus memenuhi syarat kepastian hukum material.
Penggunaan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal berikut, Harus sesuai dan serasi dengan tujuan Undang-Undang yang memberikan ruang kebebasan bertindak. Serasi dengan asas-asas Hukum umum yang berlaku misalnya asas perlakuan yang sama menurut Hukum, asas kepatutan dan kewajaran, asas keseimbangan, asas pemenuhan kebutuhan dan harapan, dan asas kelayakan mempertimbangkan kepentingan publik dan warga masyarakat. Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
Di dalam rencana-rencana, konsep perencanaan pemerintah dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusan-keputusan kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan cara pelaksanaannya. Demikian pula dalam Perizinan, Sjachran Basah menyatakan bahwa “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penerapannya kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas.
Fungsi Perizinan, menurut Sjachran Basah adalah “izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prayudi Atmosudirdjo, “berkenaan dengan fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat”
Dalam instrumen Hukum Keperdataan, dipaparkan bahwa penggunaan instrumen hukum publik merupakan fungsi dasar dari organ pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sedangkan penggunaan hukum privat merupakan konsekuensi paham negara kesejahteraan. Kedudukan pemerintah dalam menggunakan Instrumen Hukum Perdata adalah pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam hubungan Hukum keperdataan dengan kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata. Pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan tanpa menempatkan diri dalam kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata.
Bentuk Instrumen Hukum Perdata adalah Perjanjian Perdata Biasa: kedudukan Hukum pemerintah sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian Perdata dengan Syarat Standar: kedudukan Hukum pemerintah tidak sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian mengenai Kewenangan Publik, obyek: cara badan/pejabat Tata Usaha Negara menggunakan wewenang pemerintahan. Perjanjian mengenai kebijaksanaan pemerintah, obek: kebijakan publik, dalam hal ini hak kebendaan pemerintah sebagai sarana untuk capai tujuan.
INSTRUMEN PEMERINTAHAN
Pemerintahan dalam menjalankan tugas, fungsi, kewajiban dan tanggung jawabnya diperlengkapi dengan berbagai macam instrumen antara lain adalah, Insrumen Yuridis Pemerintah yang meliputi Peraturan Perundang-undangan, Ketetapan Tata Usaha Negara (K TUN), Peraturan Kebijaksanaan, Rencana, Perizinan, dan Instrumen Hukum Keperdataan.
Adapun sifat norma hukum administrasi adalah norma umum-abstrak, misalnya Undang-Undang, norma individual konkret, misalnya K TUN, norma umum konkret, dan norma individual abstrak, misalnya izin gangguan.
Peraturan Perundang-undangan bercirikan sebagai berikut, bersifat umum dan komprehensif, bersifat universal untuk peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya, memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri seperti pencantuman klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali jika terdapat kekeliruan.
Pengertian Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang dinyatakan bahwa ” peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum”. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa ”peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”. Demikian pula menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Kewenangan Pemerintah dalam bidang legislasi merupakan langkah mundur pembuat Undang-Undang (terugtred van de wetgever), dalam rangka aplikasi norma Hukum administrasi umum-abstrak terhadap peristiwa konkret dan individual. Sifatnya adalah mandiri berupa keputusan yang merupakan peraturan perundang-undangan dan tidak mandiri (Kolegial).
Ketetapan Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dinyatakan bahwa ”ketetapan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Unsur-unsur dalam K TUN sendiri adalah meliputi, penetapan tertulis, dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, menimbulkan akibat hukum, seseorang/badan Hukum perdata.
Syarat-syarat pembuatan K TUN adalah memenuhi syarat-syarat materiil dan syarat-syarat formal. Memenuhi syarat maksudnya adalah apa bila syarat materiil dan syarat formal telah terpenuhi maka ketetapan itu sah menurut Hukum, apa bila satu/beberapa persyaratan tidak terpenuhi, ketetapan itu mengandung kekurangan dan menjadi tidak sah.
Adapun memenuhi syarat-syarat material maksudnya adalah organ pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang, ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan yuridis, seperti penipuan, paksaan atau suap, dan kesesatan, Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan/situasi tertentu, ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lain, serta isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Sedangkan memenuhi syarat-syarat formal maksudnya adalah syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi, ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam perat perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu, dan syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan ketetapan harus dipenuhi.
Akibat ketetapan yang tidak sah (menurut A.M. Donner) maka harus dipandang sebagai: Tap harus dianggap batal sama sekali, Berlakunya Tap dapat digugat baik dalam banding, dalam pembatalan oleh jabatan, dan dalam penarikan kembali, serta apa bila memerlukan persetujuan/peneguhan, badan yang lebih tinggi dapat tidak memberikan persetujuan/peneguhan, dan Tap diberi tujuan lain daripada tujuan semula.
Berlakunya ketetapan dapat saja terjadi jika berdasarkan peraturan dasarnya terhadap tap itu tidak memberi kemungkinan banding bagi yang dikenai tap, ketetapan mulai berlaku sejak saat diterbitkan, jika berdasarkan peraturan dasarnya terdapat kemungkinan banding terhadap tap, keberlakuan ketetapan tergantung dari proses banding atau sejak saat berakhirnya batas waktu banding, dan jika tap memerlukan pengesahan organ yang lebih tinggi, ketetapan mulai berlaku setelah mendapat pengesahan.
Ketetapan yang Sah dan sudah dinyatakan berlaku adalah dianggap mempunyai kekuatan Hukum formal, mempunyai kekuatan Hukum material, dan melahirkan prinsip praduga rechtmatig (het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa).
Ketetapan yang telah memiliki kekuatan Hukum formal tidak dapat dibantah baik oleh pihak yang berkepentingan, hakim, organ pemerintah yang lebih tinggi, maupun organ yang membuat tap. Ketetapan mempunyai kekuatan Hukum material bila tap itu tidak lagi dapat ditiadakan oleh alat negara yang membuatnya, kecuali peraturan perundang-undangan memberikan kemungkinan kepada administrasi negara untuk meniadakan ketetapan itu.
Presumtio Justea Causa artinya setiap tap yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap sah menurut hukum. Dengan konsekuensi sebagai berikut: setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, kecuali setelah ada pembatalan dari pengadilan, setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya, meskipun terdapat keberatan, banding, perlawanan atau gugatan terhadap tap oleh pihak yang dikenai tap tersebut.
Asas praduga rechtmatig berkaitan dengan asas kepastian Hukum (salah satu AAUPL). Praktik administrasi di Indonesia bertentangan dengan kedua asas tersebut di atas: Dalam surat ketetapan terdapat klausula pengaman, yang berbunyi “apa bila dikemudian hari terdapat kekeliruan atau kekurangan, maka surat keputusan ini akan ditinjau kembali”
Dalam Freies Ermessen/Discretion, menurut Sjachran Basah dinyatakan bahwa Freies Ermessen adalah keleluasan dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan menurut S.F Marbun Freies Ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba, di mana hukum tidak mengaturnya.
Unsur-unsur dari Freies Ermessen dalam Negara Hukum adalah meliputi ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik; merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara; sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum; sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri; sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba; dan sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
Harus dapat dipertanggungjawabkan secara Moral dan Hukum maksudnya jika secara moral maka tanggung jawab didasarkan atas Pancasila dan Sumpah/Janji, namun jika secara hukum maka tanggung jawab akan melingkupi batas atas dan batas bawah di mana dalam batas atas ia wajib taat asas terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak melanggar hukum dan dalam batas bawah maka ia tidak boleh melanggar hak asasi warga negara.
Menurut Peraturan Kebijaksanaan, kewenangan diskresioner administrasi negara yang diwujudkan dalam instrumen yuridis tertulis melahirkan peraturan kebijaksanaan. Peraturan kebijaksanaan hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan. Disebut psudeo-wetgeving (Perundang-undangan semu) atau spigelsrecht (hukum bayangan). Kekuatan mengikat Peraturan Kebijaksanaan adalah sebagai berikut, Peraturan kebijaksanaan pada dasarnya ditujukan kpada administrasi negara sendiri. Artinya peraturan kebijaksanaan hanya mengikat administrasi Negara. Dan Peraturan kebijaksanaan bagi masyarakat menimbulkan keterikatan secara tidak langsung.
Pembuatan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut, tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang diskresioner yang dijabarkan itu. Tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat. Dipersiapkan dengan cermat. Isi dari kebijaksanaan harus memberikan kejelasan yang cukup mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga yang terkena peraturan tersebut. Tujuan dan dasar pertimbangan mengenai kebijaksanaan yang akan ditempuh harus jelas. Harus memenuhi syarat kepastian hukum material.
Penggunaan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal berikut, Harus sesuai dan serasi dengan tujuan Undang-Undang yang memberikan ruang kebebasan bertindak. Serasi dengan asas-asas Hukum umum yang berlaku misalnya asas perlakuan yang sama menurut Hukum, asas kepatutan dan kewajaran, asas keseimbangan, asas pemenuhan kebutuhan dan harapan, dan asas kelayakan mempertimbangkan kepentingan publik dan warga masyarakat. Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
Di dalam rencana-rencana, konsep perencanaan pemerintah dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusan-keputusan kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan cara pelaksanaannya. Demikian pula dalam Perizinan, Sjachran Basah menyatakan bahwa “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penerapannya kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas.
Fungsi Perizinan, menurut Sjachran Basah adalah “izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prayudi Atmosudirdjo, “berkenaan dengan fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat”
Dalam instrumen Hukum Keperdataan, dipaparkan bahwa penggunaan instrumen hukum publik merupakan fungsi dasar dari organ pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sedangkan penggunaan hukum privat merupakan konsekuensi paham negara kesejahteraan. Kedudukan pemerintah dalam menggunakan Instrumen Hukum Perdata adalah pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam hubungan Hukum keperdataan dengan kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata. Pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan tanpa menempatkan diri dalam kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata.
Bentuk Instrumen Hukum Perdata adalah Perjanjian Perdata Biasa: kedudukan Hukum pemerintah sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian Perdata dengan Syarat Standar: kedudukan Hukum pemerintah tidak sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian mengenai Kewenangan Publik, obyek: cara badan/pejabat Tata Usaha Negara menggunakan wewenang pemerintahan. Perjanjian mengenai kebijaksanaan pemerintah, obek: kebijakan publik, dalam hal ini hak kebendaan pemerintah sebagai sarana untuk capai tujuan.
Label:
H. Administrasi Negara
Tindakan pemerintah
BAB IV
KEWENANGAN dan TINDAKAN HUKUM PEMERINTAH
A. Kewenangan Pemerintah
Menurut Asas Legalitas, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah adalah selalu didasarkan atas hukum yang berlaku. Artinya setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan perat perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan. Asas legalitas ini berkaitan dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut setiap bentuk Undang-Undang dan berbagai keputusan mendapat persetujuan dari wakil rakyat dan memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan urusan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada Undang-Undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat.
Dalam negara hukum demokratis, tindakan pemerintahan harus mendapatkan legitimasi dari rakyat yang secara formal tertuang dalam Undang-Undang. Asas legalitas merupakan dasar dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang. Substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni kemampuan untuk melakukan tindakan Hukum tertentu. Dalam konsepsi welfare state, tindakan pemerintah tidak selalu harus berdasarkan asas legalitas. Dalam hal-hal tertentu pemerintah dapat melakukan tindakan secara bebas yang didasarkan pada freies Ermessen.
Wewenang Pemerintahan datang dari sumbernya yaitu Peraturan Perundang-undangan. Cara memperoleh wewenang pemerintah didapatkan dengan Atribusi, Delegasi, dan Mandat. Adapun sumber dan cara memperoleh wewenang berkaitan dengan pertanggungjawaban.
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh peraturan perundang-undangan. Atribusi didapat dari Legislator yang kompeten memberikan atribusi wewenang misalnya Original legislator dan Delegated legislator. Sedangkan Delegasi adalah pelimpahan wewenang yang telah ada oleh suatu badan/jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan/jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Dan yang terakhir adalah Mandat di mana ini terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
Perbedaan Delegasi dan Mandat adalah jika Delegasi terdapat pelimpahan wewenang, kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli, terjadi peralihan tanggung jawab, harus berdasarkan Undang-Undang, dan harus tertulis, sedangkan jika Mandat terdapat perintah untuk melaksanakan, kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh mandans, tidak terjadi peralihan tanggung jawab, tidak harus dengan Undang-Undang, dan dapat tertulis/lisan.
Wewenang pemerintahan adalah bersifat terikat, yakni apa bila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terinci, bersifat Fakultatif yaitu badan/pejabat Tata Usaha Negara tidak wajib menerapkan wewenangnya atau masih ada pilihan yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, bersifat Bebas, yaitu peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan/pejabat untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya.
B. Tindakan Hukum Pemerintah
Tindakan Hukum Pemerintah adalah tindakan hukum administrasi yang merupakan suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat Hukum dalam bidang Hukum administrasi. Akibat Hukum adalah akibat-akibat yang memiliki relevansi dengan Hukum, seperti penciptaan hubungan Hukum baru, perubahan/pengakhiran hubungan Hukum yang ada.
Unsur dari Tindakan Hukum Pemerintah meliputi perbuatan yang dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat, dan perbuatan tersebut harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KEWENANGAN dan TINDAKAN HUKUM PEMERINTAH
A. Kewenangan Pemerintah
Menurut Asas Legalitas, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah adalah selalu didasarkan atas hukum yang berlaku. Artinya setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan perat perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan. Asas legalitas ini berkaitan dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut setiap bentuk Undang-Undang dan berbagai keputusan mendapat persetujuan dari wakil rakyat dan memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan urusan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan pada Undang-Undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat.
Dalam negara hukum demokratis, tindakan pemerintahan harus mendapatkan legitimasi dari rakyat yang secara formal tertuang dalam Undang-Undang. Asas legalitas merupakan dasar dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang. Substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni kemampuan untuk melakukan tindakan Hukum tertentu. Dalam konsepsi welfare state, tindakan pemerintah tidak selalu harus berdasarkan asas legalitas. Dalam hal-hal tertentu pemerintah dapat melakukan tindakan secara bebas yang didasarkan pada freies Ermessen.
Wewenang Pemerintahan datang dari sumbernya yaitu Peraturan Perundang-undangan. Cara memperoleh wewenang pemerintah didapatkan dengan Atribusi, Delegasi, dan Mandat. Adapun sumber dan cara memperoleh wewenang berkaitan dengan pertanggungjawaban.
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh peraturan perundang-undangan. Atribusi didapat dari Legislator yang kompeten memberikan atribusi wewenang misalnya Original legislator dan Delegated legislator. Sedangkan Delegasi adalah pelimpahan wewenang yang telah ada oleh suatu badan/jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan/jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Dan yang terakhir adalah Mandat di mana ini terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
Perbedaan Delegasi dan Mandat adalah jika Delegasi terdapat pelimpahan wewenang, kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli, terjadi peralihan tanggung jawab, harus berdasarkan Undang-Undang, dan harus tertulis, sedangkan jika Mandat terdapat perintah untuk melaksanakan, kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh mandans, tidak terjadi peralihan tanggung jawab, tidak harus dengan Undang-Undang, dan dapat tertulis/lisan.
Wewenang pemerintahan adalah bersifat terikat, yakni apa bila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terinci, bersifat Fakultatif yaitu badan/pejabat Tata Usaha Negara tidak wajib menerapkan wewenangnya atau masih ada pilihan yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, bersifat Bebas, yaitu peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan/pejabat untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya.
B. Tindakan Hukum Pemerintah
Tindakan Hukum Pemerintah adalah tindakan hukum administrasi yang merupakan suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat Hukum dalam bidang Hukum administrasi. Akibat Hukum adalah akibat-akibat yang memiliki relevansi dengan Hukum, seperti penciptaan hubungan Hukum baru, perubahan/pengakhiran hubungan Hukum yang ada.
Unsur dari Tindakan Hukum Pemerintah meliputi perbuatan yang dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat, dan perbuatan tersebut harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Label:
H. Administrasi Negara
Sumber sumber hukum administrasi negara
BAB II
SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI
Sebelum menjabarkan mengenai sumber-sumber hukum administrasi Negara, maka terlebih dahulu perlu diketahui pengertian dari sumber hukum. Pengertian dari sumber hukum adalah asalnya hukum, atau tempat ditemukannya hukum tersebut yang meliputi hukum positif yang berlaku, sumber-sumber tempat hukum positif yang berlaku tersebut digali, dan sumber-sumber lain yakni tulisan ilmu pengetahuan lama, dan notulen-notulen siding.
Sumber hukum ada dua, yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, yang terdiri dari sumber hukum historis, sosiologis, dan filosofis. Sedangkan sumber hukum formal yaitu bentuk tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh instansi pembuat yang berwenang.
Sumber Hukum Historis dimaknai sebagai sumber hukum dalam arti sejarah, yang ini mempunya dua arti yakni sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada masa tertentu, meliputi Undang-Undang, putusan hakim, dan tulisan ahli hukum. Arti ke dua adalah sumber di mana pembuat Undang-Undang mengambil bahan dalam membentuk peraturan perundang-undangan, meliputi system-sistem hukum masa lalu yang pernah berlaku pada tempat tertentu.
Sumber Hukum dalam makna sosiologis adalah meliputi faktor-faktor sosial yang mempengaruhi isi hukum positif. Makna sosiologis juga menunjuk pada pembuatan peraturan perundang-undangan yang harus memperhatikan situasi sosial ekonomi, hubungan sosial, situasi dan perkembangan politik, serta perkembangan internal. Makna sosiologis juga berarti hukum tersebut berubah seiring dengan perubahan masyarakat.
Sumber Hukum dalam makna filosofis, maksudnya adalah bahwa sumber hukum tersebut mengandung makna agar hukum sebagai kaidah perilaku memuat nilai-nilai positif yang menjadi rechstidee masyarakat, seperti kebenaran, keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan lain-lain.
Sumber Hukum dalam makna Formal meliputi peraturan perundang-undangan, praktik administrasi negara atau hukum tidak tertulis, yurisprudensi, dan doktrin.
Peraturan perundang-undangan maksudnya seperti yang dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah yang juga mengikat umum. Peraturan Perundang-undangan terdiri dari undang-undang/peraturan daerah, Keputusan pemerintah / pemerintah daerah.
Dalam negara demokratis, undang-undang dianggap sumber Hukum paling penting, karena Undang-Undang merupakan pengejawantahan aspirasi rakyat yang diformalkan. Dengan Undang-Undang, pemerintah memperoleh wewenang utama (atribusi) untuk melakukan tindakan Hukum atau wewenang untuk membuat peraturan perundang-undangan tetentu. Tanpa dasar Undang-Undang pemerintah tidak memiliki kewenangan yang bersifat memaksa. Dengan wewenang yang diberikan undang-undang/peraturan daerah, pemerintah/pemerintah daerah dapat membentuk keputusan pemerintah/kepala daerah dan dapat menjadi dasar bagi pemerintah/pemerintah daerah untuk mengeluarkan ketetapan.
Hukum tidak tertulis juga termasuk dalam obyek yang dimaksud karena mengingat undang-undang selalu ketinggalan dari perkembangan masyarakat, maka administrasi negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap penting dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, meskipun belum ada undang-undangnya. Tindakan-tindakan yang dilakukan administrasi negara akan melahirkan hukum tidak tertulis/konvensi jika dilakukan secara teratur dan tanpa keberatan atau banding dari warga masyarakat.
Yurisprudensi dimaknai dalam arti sempit dan teknis. Dalam arti teknis, yurisprudensi adalah putusan badan peradilan/hakim yang diikuti secara berulang-ulang dalam kasus yang sama oleh para hakim lainnya, sedangkan dalam arti sempit, yurisprudensi adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum.
Doktrin, adalah ajaran hukum atau pendapat para sarjana hukum yang berpengaruh, doktrin tidak mempunyai kekuatan mengikat, pendapat para ahli melahirkan teori-teori dalam lapangan hukum administrasi negara yang dapat mendorong lahirnya kaidah-kaidah hukum administrasi negara.
SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI
Sebelum menjabarkan mengenai sumber-sumber hukum administrasi Negara, maka terlebih dahulu perlu diketahui pengertian dari sumber hukum. Pengertian dari sumber hukum adalah asalnya hukum, atau tempat ditemukannya hukum tersebut yang meliputi hukum positif yang berlaku, sumber-sumber tempat hukum positif yang berlaku tersebut digali, dan sumber-sumber lain yakni tulisan ilmu pengetahuan lama, dan notulen-notulen siding.
Sumber hukum ada dua, yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, yang terdiri dari sumber hukum historis, sosiologis, dan filosofis. Sedangkan sumber hukum formal yaitu bentuk tempat hukum itu dibuat menjadi positif oleh instansi pembuat yang berwenang.
Sumber Hukum Historis dimaknai sebagai sumber hukum dalam arti sejarah, yang ini mempunya dua arti yakni sumber pengenal dari hukum yang berlaku pada masa tertentu, meliputi Undang-Undang, putusan hakim, dan tulisan ahli hukum. Arti ke dua adalah sumber di mana pembuat Undang-Undang mengambil bahan dalam membentuk peraturan perundang-undangan, meliputi system-sistem hukum masa lalu yang pernah berlaku pada tempat tertentu.
Sumber Hukum dalam makna sosiologis adalah meliputi faktor-faktor sosial yang mempengaruhi isi hukum positif. Makna sosiologis juga menunjuk pada pembuatan peraturan perundang-undangan yang harus memperhatikan situasi sosial ekonomi, hubungan sosial, situasi dan perkembangan politik, serta perkembangan internal. Makna sosiologis juga berarti hukum tersebut berubah seiring dengan perubahan masyarakat.
Sumber Hukum dalam makna filosofis, maksudnya adalah bahwa sumber hukum tersebut mengandung makna agar hukum sebagai kaidah perilaku memuat nilai-nilai positif yang menjadi rechstidee masyarakat, seperti kebenaran, keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan lain-lain.
Sumber Hukum dalam makna Formal meliputi peraturan perundang-undangan, praktik administrasi negara atau hukum tidak tertulis, yurisprudensi, dan doktrin.
Peraturan perundang-undangan maksudnya seperti yang dijelaskan dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah yang juga mengikat umum. Peraturan Perundang-undangan terdiri dari undang-undang/peraturan daerah, Keputusan pemerintah / pemerintah daerah.
Dalam negara demokratis, undang-undang dianggap sumber Hukum paling penting, karena Undang-Undang merupakan pengejawantahan aspirasi rakyat yang diformalkan. Dengan Undang-Undang, pemerintah memperoleh wewenang utama (atribusi) untuk melakukan tindakan Hukum atau wewenang untuk membuat peraturan perundang-undangan tetentu. Tanpa dasar Undang-Undang pemerintah tidak memiliki kewenangan yang bersifat memaksa. Dengan wewenang yang diberikan undang-undang/peraturan daerah, pemerintah/pemerintah daerah dapat membentuk keputusan pemerintah/kepala daerah dan dapat menjadi dasar bagi pemerintah/pemerintah daerah untuk mengeluarkan ketetapan.
Hukum tidak tertulis juga termasuk dalam obyek yang dimaksud karena mengingat undang-undang selalu ketinggalan dari perkembangan masyarakat, maka administrasi negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap penting dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, meskipun belum ada undang-undangnya. Tindakan-tindakan yang dilakukan administrasi negara akan melahirkan hukum tidak tertulis/konvensi jika dilakukan secara teratur dan tanpa keberatan atau banding dari warga masyarakat.
Yurisprudensi dimaknai dalam arti sempit dan teknis. Dalam arti teknis, yurisprudensi adalah putusan badan peradilan/hakim yang diikuti secara berulang-ulang dalam kasus yang sama oleh para hakim lainnya, sedangkan dalam arti sempit, yurisprudensi adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum.
Doktrin, adalah ajaran hukum atau pendapat para sarjana hukum yang berpengaruh, doktrin tidak mempunyai kekuatan mengikat, pendapat para ahli melahirkan teori-teori dalam lapangan hukum administrasi negara yang dapat mendorong lahirnya kaidah-kaidah hukum administrasi negara.
Label:
H. Administrasi Negara
Pengantar hukum administrasi negara
BAB I
PENGANTAR
A. NEGARA HUKUM
Negara berdasarkan atas hukum yaitu segala perbuatan atau tindakan pemerintah di dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus didasarkan kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Konsep negara hukum ini berkembang pada akhir abad 18 dan awal 19, di Eropa Kontinental dikembangkan oleh Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl yang lebih dikenal dengan istilah RECHTS STAATS, sedangkan di negara-negara Anglo Saxon dikembang oleh A.V. Dicey yang lebih dikenal dengan RULE OF LAW.
Unsur-unsur Rechtsstaats (Eropa) dan Rule of Law (Anglo Saxon) adalah meliputi berikut ini, jika Rechtsstaat unsur-unsurnya adalah Perlindungan terhadap HAM, Pemisahan/pembagian kekuasaan negara untuk menjamin HAM, Pemerintah berdasarkan Peraturan perUndang-Undangan, dan Adanya Peradilan Administrasi.
Unsur-unsur Rule of Law adalah meliputi berikut ini, Supremasi aturan hukum, Kedudukan yang sama dihadapan hukum, dan Adanya jaminan terhadap HAM.
Ajaran Negara Hukum ini menyatakan dua konsep yakni Welfare State dan Legal State. Dalam aliran Welfare State atau Staatsbemoeieinis, menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, di samping menjaga ketertiban dan keamanan, namun dalam Freies ermessen, aliran Legal State atau Staatsonthouding ini menghendaki adanya pembatasan peran negara dan pemerintah dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, hal demikian Pemerintah menjadi pasif sehingga disebut negara hanya sebagai penjaga malam.
B. INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM
Di dalam penjelasan UNDANG-UNDANGD 1945 mengenai Sistem Pemerintahan Negara RI terurat di sana bahwa Indonesia ialah negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), dan tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (Kekuasaan yang tidak terbatas). Hal demikian dipertegas dalam Pasal 1 ayat (3) Amandemen Ketiga UNDANG-UNDANG DASAR 1945 bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
C. PRINSIP NEGARA HUKUM
Negara yang berdasarkan atas hukum dalam praktik bernegaranya haruslah selalu didasarkan atas hukum yang baik dan adil. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis yang didasarkan atas kehendak rakyat, sedangkan hukum yang adil adalah hukum yang sesuai dan memenuhi maksud dan tujuan setiap hukum, yakni keadilan.
Hukum ini tidak hanya berlaku bagi rakyatnya saja, melainkan juga bagi para apartur pemerintahan atau pejabat negaranya. Dalam kaitan dengan hukum yang mengatur hubungan antara aparatur negara dengan warga negara inilah maka diperlukan sebuah hukum administrasi negara.
Peristilahan Hukum Administrasi Negara sendiri terdapat beraneka ragam. Di antara ragam istilah tersebut misalnya adalah Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, administrative law, administratief recht/bestunrsrecht, darioit administratif dan sebagainya.
Di dalam Kurikulum Fakultas Hukum tahun 1983 digunakan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN). Penggunaan istilah HAN dipengaruhi oleh hasil pertemuan Cibulan 26-28 Maret 1973. HAN merupakan istilah yang luas pengertiannya, yang memungkinkan pengembangannya sesuai dengan perkembangan Republik Indonesia yang akan datang. Pengembangan cabang hukum ini erat kaitannya dengan ilmu administrasi negara yang telah mendapat pengakuan umum. Istilah administrasi lebih mencerminkan fungsi negara modern sesudah Perang Dunia ke II.
Menurut Philipus M Hadjon, istilah HAN tidak tepat, karena arti administrasi dalam HAN tidak sama dengan arti administrasi dalam ilmu administrasi negara. Istilah administrasi negara dalam Ilmu Administrasi Negara meliputi seluruh kegiatan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif). Sedangkan administrasi dalam HAN hanya meliputi lapangan besTata Usaha Negaradang-Undangr (lapangan kegiatan negara di luar regelgeving dan rechtspraak). Arti administrasi dalam HAN mengandung konotasi negara sehingga sebutannya cukup HUKUM ADMINISTRASI.
Pengertian Pemerintahan, dalam arti fungsi, adalah perilaku pemerintahan (kegiatan memerintah, segala macam kegiatan penguasa yang bukan kegiatan perundang-undangan/peradilan), terdiri dari berbagai macam tindakan pemerintah. Dalam arti organisasi pemerintahan (kumpulan dari kesatuan-kesatuan pemerintahan), yang terdiri dari pribadi dan dewan-dewan yang ditugaskan untuk melaksanakan wewenang yang bersifat hukum publik. Dapat pula dikatakan bahwa pemerintah adalah sebagai subyek hukum yakni sebagai badan-badan hukum perdata.
D. PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
E. Utrecht mengetengaHukuman bahwa “HAN (hukum pemerintahan) adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (Ambsdariager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus”. Selanjutnya E, Utrecht menjelaskan bahwa “HAN adalah yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara.
Menurut Cornelis Van Vollenhouven dikatakan HAN ialah kesemua kaidah-kaidah hukum yang bukan hukum tata negara materiil, bukan hukum perdata materiil dan bukan hukum pidana materiil (Teori residu).
J.M Baron de Gerando berpendapat bahwa hukum administrasi adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat (Le darioit administrasiinistratif a pour object le regles qui regissent les rapports recip-roques de I’administrasiinistration avec les administrasiinistres).
Prof. Mr.J. Oppenheim menyatakan, Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus menjalankan kekuasaannya. Jadi pada asasnya mengatur negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Dari.Mr.H.J Romijn mengartikan bahwa Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak.
E. HAKEKAT DAN CAKUPAN HAN
Hakekat HAN adalah mengatur hubungan hukum antara Pemerintah dengan warganya serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat atau warga negaranya dari tindakan sewenang-wewenang aparatur Pemerintah.
Cakupan HAN menurut Prajudi Atmosudirdjo adalah ”HAN mengatur wewenang, tugas, fungsi, dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara”.
Van Wijk-Konjnenbelt dan P. de Haan Cs. Mengatakan HAN meliputi mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat, mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian tersebut, Perlindungan hukum (rechtsbesherming), menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestunr).
Perkembangan Hukum Administrasi sendiri dimulai dari Hukum administrasi khusus yang berkembang sejak dahulu kala, hal demikian sejalan secara paralel dengan berkembangnya tugas-tugas pemerintahan, misalnya hukum lingkungan, hukum pajak, hukum ketenagakerjaan.
Dengan semakin luasnya tugas pemerintahan mengakibatkan hukum administrasi khusus meningkat pada bidang-bidang tersebut dan menjadi tambah sulit. Kondisi ini menimbulkan kebutuhan untuk pelajari unsur-unsur bersama dari bagian-bagian khusus hukum administrasi, yang menuju kepada hukum administrasi umum. Sedangkan Hukum administrasi umum sendiri adalah suatu kumpulan unsur-unsur umum yang ada kaitannya dengan segi-segi hukum publik dari tindakan pemerintah.
Lapangan Hukum administrasi Khusus dan Hukum Administrasi Umum meliputi hal-hal di bawah ini, Hukum Administrasi Khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubunganungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Misalnya Hukum Tata Ruang, Hukum Bangunan, Hukum Lingkungan, Hukum Pajak. Sementara Hukum Administrasi umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Misalnya Asas-asas umum pemerintahan yang baik, Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.
F. Penelitian lapangan Hukum administrasi Khusus
Lapangan hukum administrasi khusus sangat luas, menurut W.F Prins dikatakan bahwa, ”HAN telah berkembang agak tidak teratur, sejalan dengan keperluan untuk mengatur satu cabang pekerjaan pemerintahan (hukum Kepolisian) atau berhubunganungan dengan keperluan untuk menyusun suatu segi kegiatan manusia (hukum perburuhan).
Bagian Hukum Pemerintahan Umum, meliputi: Hukum Organisasi Administrasi, Hukum Kepegawaian, Hukum mengenai Penetapan Norma Hukum publik, Hukum tentang Ketertiban dan Sanksi, Hukum tentang Perlindungan Hukum Preventif, dan Hukum tentang Perlindungan Hukum Refresif.
Perbedaan Hukum Administrasi dengan Bidang Hukum yang lain adalah sebagai berikut: Hukum administrasi formal mengenal Hukum acara sengketa dan Hukum acara non sengketa. Hukum administrasi umum tidak mengenal kodifikasi jika dibandingkan dengan Hukum perdata dan Hukum pidana. Tidak ada pemisahan yang tegas antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Hukum Administrasi berhubungan dengan Hukum internal, terkait pelaksanaan perjanjian internal oleh penguasa terhadap rakyat.
G. Pengertian Hukum Tata Negara
Menurut Prof. Mr.J. Oppenheim dikatakan bahwa, ”Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengadakan alat-alat perlengkapan dan mengatur kekuasaannya”. Pada pihak lain Fritz Flener berpendapat bahwa ”Hukum Tata Negara mengatur negara dalam keadaan pasif, sedangkan HAN mengatur negara dalam keadaan aktif”. Selaras dengan pendapat Oppenheim Dari.Mr.H.J.Romijn menyatakan bahwa ”Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan pasif sedangkan Hukum Administrasi negara ialah aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan dinamis”. Van Vollenhouven mendefinisikan bahwa ”Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan serta memberi wewenang itu kepada badan-badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah kedudukannya”. Sedangkan Djokosutono memiliki pandangan bahwa ”Hukun Tata Negara sebagai hukum mengenai organisasi jabatan-jabatan di dalam rangka pandangan mereka terhadap “Negara sebagai organisasi””.
H. Tujuan Hukum Administrasi Negara
Tujuan dari pada Hukum Administrasi Negara adalah memberikan batasan dan kewenangan terhadap Pejabat Administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara juga memberikan perlindungan terhadap rakyat atau badan hukum perdata dari tindakan sewenang-wenang Pejabat Administrasi Negara.
Dengan demikian dapat ditarik hubungan antara Negara Hukum dalam kaitan dengan Hukum Administrasi Negara, yakni memberikan batasan dan kewenangan terhadap Pejabat Administrasi Negara, memberikan perlindungan terhadap rakyat atau badan hukum perdata dari tindakan sewenang-wenang Pejabat Administrasi Negara. Sehingga Hukum Administrasi Negara berfungsi dalam dua sisi yaitu berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi Administrasi Negara, membatasi kekuasaan Administrasi Negara, Hukum tersebut mengakibatkan sikap tindak Administrasi Negara harus sesuai recht-matige dan wetmatige, serta berperan terhadap seluruh sikap tindak dan penggunaan kekuasaan oleh Administrasi Negara.
PENGANTAR
A. NEGARA HUKUM
Negara berdasarkan atas hukum yaitu segala perbuatan atau tindakan pemerintah di dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus didasarkan kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Konsep negara hukum ini berkembang pada akhir abad 18 dan awal 19, di Eropa Kontinental dikembangkan oleh Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl yang lebih dikenal dengan istilah RECHTS STAATS, sedangkan di negara-negara Anglo Saxon dikembang oleh A.V. Dicey yang lebih dikenal dengan RULE OF LAW.
Unsur-unsur Rechtsstaats (Eropa) dan Rule of Law (Anglo Saxon) adalah meliputi berikut ini, jika Rechtsstaat unsur-unsurnya adalah Perlindungan terhadap HAM, Pemisahan/pembagian kekuasaan negara untuk menjamin HAM, Pemerintah berdasarkan Peraturan perUndang-Undangan, dan Adanya Peradilan Administrasi.
Unsur-unsur Rule of Law adalah meliputi berikut ini, Supremasi aturan hukum, Kedudukan yang sama dihadapan hukum, dan Adanya jaminan terhadap HAM.
Ajaran Negara Hukum ini menyatakan dua konsep yakni Welfare State dan Legal State. Dalam aliran Welfare State atau Staatsbemoeieinis, menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, di samping menjaga ketertiban dan keamanan, namun dalam Freies ermessen, aliran Legal State atau Staatsonthouding ini menghendaki adanya pembatasan peran negara dan pemerintah dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, hal demikian Pemerintah menjadi pasif sehingga disebut negara hanya sebagai penjaga malam.
B. INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM
Di dalam penjelasan UNDANG-UNDANGD 1945 mengenai Sistem Pemerintahan Negara RI terurat di sana bahwa Indonesia ialah negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), dan tidak berdasarkan pada kekuasaan belaka (Machtsstaat). Pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (Kekuasaan yang tidak terbatas). Hal demikian dipertegas dalam Pasal 1 ayat (3) Amandemen Ketiga UNDANG-UNDANG DASAR 1945 bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
C. PRINSIP NEGARA HUKUM
Negara yang berdasarkan atas hukum dalam praktik bernegaranya haruslah selalu didasarkan atas hukum yang baik dan adil. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis yang didasarkan atas kehendak rakyat, sedangkan hukum yang adil adalah hukum yang sesuai dan memenuhi maksud dan tujuan setiap hukum, yakni keadilan.
Hukum ini tidak hanya berlaku bagi rakyatnya saja, melainkan juga bagi para apartur pemerintahan atau pejabat negaranya. Dalam kaitan dengan hukum yang mengatur hubungan antara aparatur negara dengan warga negara inilah maka diperlukan sebuah hukum administrasi negara.
Peristilahan Hukum Administrasi Negara sendiri terdapat beraneka ragam. Di antara ragam istilah tersebut misalnya adalah Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Pemerintahan, Hukum Tata Usaha Negara, administrative law, administratief recht/bestunrsrecht, darioit administratif dan sebagainya.
Di dalam Kurikulum Fakultas Hukum tahun 1983 digunakan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN). Penggunaan istilah HAN dipengaruhi oleh hasil pertemuan Cibulan 26-28 Maret 1973. HAN merupakan istilah yang luas pengertiannya, yang memungkinkan pengembangannya sesuai dengan perkembangan Republik Indonesia yang akan datang. Pengembangan cabang hukum ini erat kaitannya dengan ilmu administrasi negara yang telah mendapat pengakuan umum. Istilah administrasi lebih mencerminkan fungsi negara modern sesudah Perang Dunia ke II.
Menurut Philipus M Hadjon, istilah HAN tidak tepat, karena arti administrasi dalam HAN tidak sama dengan arti administrasi dalam ilmu administrasi negara. Istilah administrasi negara dalam Ilmu Administrasi Negara meliputi seluruh kegiatan negara (legislatif, eksekutif, yudikatif). Sedangkan administrasi dalam HAN hanya meliputi lapangan besTata Usaha Negaradang-Undangr (lapangan kegiatan negara di luar regelgeving dan rechtspraak). Arti administrasi dalam HAN mengandung konotasi negara sehingga sebutannya cukup HUKUM ADMINISTRASI.
Pengertian Pemerintahan, dalam arti fungsi, adalah perilaku pemerintahan (kegiatan memerintah, segala macam kegiatan penguasa yang bukan kegiatan perundang-undangan/peradilan), terdiri dari berbagai macam tindakan pemerintah. Dalam arti organisasi pemerintahan (kumpulan dari kesatuan-kesatuan pemerintahan), yang terdiri dari pribadi dan dewan-dewan yang ditugaskan untuk melaksanakan wewenang yang bersifat hukum publik. Dapat pula dikatakan bahwa pemerintah adalah sebagai subyek hukum yakni sebagai badan-badan hukum perdata.
D. PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
E. Utrecht mengetengaHukuman bahwa “HAN (hukum pemerintahan) adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (Ambsdariager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus”. Selanjutnya E, Utrecht menjelaskan bahwa “HAN adalah yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara.
Menurut Cornelis Van Vollenhouven dikatakan HAN ialah kesemua kaidah-kaidah hukum yang bukan hukum tata negara materiil, bukan hukum perdata materiil dan bukan hukum pidana materiil (Teori residu).
J.M Baron de Gerando berpendapat bahwa hukum administrasi adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat (Le darioit administrasiinistratif a pour object le regles qui regissent les rapports recip-roques de I’administrasiinistration avec les administrasiinistres).
Prof. Mr.J. Oppenheim menyatakan, Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus menjalankan kekuasaannya. Jadi pada asasnya mengatur negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging).
Dari.Mr.H.J Romijn mengartikan bahwa Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak.
E. HAKEKAT DAN CAKUPAN HAN
Hakekat HAN adalah mengatur hubungan hukum antara Pemerintah dengan warganya serta memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat atau warga negaranya dari tindakan sewenang-wewenang aparatur Pemerintah.
Cakupan HAN menurut Prajudi Atmosudirdjo adalah ”HAN mengatur wewenang, tugas, fungsi, dan tingkah laku para Pejabat Administrasi Negara”.
Van Wijk-Konjnenbelt dan P. de Haan Cs. Mengatakan HAN meliputi mengatur sarana bagi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat, mengatur cara-cara partisipasi warga negara dalam proses pengaturan dan pengendalian tersebut, Perlindungan hukum (rechtsbesherming), menetapkan norma-norma fundamental bagi penguasa untuk pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestunr).
Perkembangan Hukum Administrasi sendiri dimulai dari Hukum administrasi khusus yang berkembang sejak dahulu kala, hal demikian sejalan secara paralel dengan berkembangnya tugas-tugas pemerintahan, misalnya hukum lingkungan, hukum pajak, hukum ketenagakerjaan.
Dengan semakin luasnya tugas pemerintahan mengakibatkan hukum administrasi khusus meningkat pada bidang-bidang tersebut dan menjadi tambah sulit. Kondisi ini menimbulkan kebutuhan untuk pelajari unsur-unsur bersama dari bagian-bagian khusus hukum administrasi, yang menuju kepada hukum administrasi umum. Sedangkan Hukum administrasi umum sendiri adalah suatu kumpulan unsur-unsur umum yang ada kaitannya dengan segi-segi hukum publik dari tindakan pemerintah.
Lapangan Hukum administrasi Khusus dan Hukum Administrasi Umum meliputi hal-hal di bawah ini, Hukum Administrasi Khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubunganungan dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Misalnya Hukum Tata Ruang, Hukum Bangunan, Hukum Lingkungan, Hukum Pajak. Sementara Hukum Administrasi umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Misalnya Asas-asas umum pemerintahan yang baik, Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara.
F. Penelitian lapangan Hukum administrasi Khusus
Lapangan hukum administrasi khusus sangat luas, menurut W.F Prins dikatakan bahwa, ”HAN telah berkembang agak tidak teratur, sejalan dengan keperluan untuk mengatur satu cabang pekerjaan pemerintahan (hukum Kepolisian) atau berhubunganungan dengan keperluan untuk menyusun suatu segi kegiatan manusia (hukum perburuhan).
Bagian Hukum Pemerintahan Umum, meliputi: Hukum Organisasi Administrasi, Hukum Kepegawaian, Hukum mengenai Penetapan Norma Hukum publik, Hukum tentang Ketertiban dan Sanksi, Hukum tentang Perlindungan Hukum Preventif, dan Hukum tentang Perlindungan Hukum Refresif.
Perbedaan Hukum Administrasi dengan Bidang Hukum yang lain adalah sebagai berikut: Hukum administrasi formal mengenal Hukum acara sengketa dan Hukum acara non sengketa. Hukum administrasi umum tidak mengenal kodifikasi jika dibandingkan dengan Hukum perdata dan Hukum pidana. Tidak ada pemisahan yang tegas antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Hukum Administrasi berhubungan dengan Hukum internal, terkait pelaksanaan perjanjian internal oleh penguasa terhadap rakyat.
G. Pengertian Hukum Tata Negara
Menurut Prof. Mr.J. Oppenheim dikatakan bahwa, ”Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengadakan alat-alat perlengkapan dan mengatur kekuasaannya”. Pada pihak lain Fritz Flener berpendapat bahwa ”Hukum Tata Negara mengatur negara dalam keadaan pasif, sedangkan HAN mengatur negara dalam keadaan aktif”. Selaras dengan pendapat Oppenheim Dari.Mr.H.J.Romijn menyatakan bahwa ”Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan pasif sedangkan Hukum Administrasi negara ialah aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan dinamis”. Van Vollenhouven mendefinisikan bahwa ”Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan-peraturan hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan serta memberi wewenang itu kepada badan-badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah kedudukannya”. Sedangkan Djokosutono memiliki pandangan bahwa ”Hukun Tata Negara sebagai hukum mengenai organisasi jabatan-jabatan di dalam rangka pandangan mereka terhadap “Negara sebagai organisasi””.
H. Tujuan Hukum Administrasi Negara
Tujuan dari pada Hukum Administrasi Negara adalah memberikan batasan dan kewenangan terhadap Pejabat Administrasi Negara. Hukum Administrasi Negara juga memberikan perlindungan terhadap rakyat atau badan hukum perdata dari tindakan sewenang-wenang Pejabat Administrasi Negara.
Dengan demikian dapat ditarik hubungan antara Negara Hukum dalam kaitan dengan Hukum Administrasi Negara, yakni memberikan batasan dan kewenangan terhadap Pejabat Administrasi Negara, memberikan perlindungan terhadap rakyat atau badan hukum perdata dari tindakan sewenang-wenang Pejabat Administrasi Negara. Sehingga Hukum Administrasi Negara berfungsi dalam dua sisi yaitu berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi Administrasi Negara, membatasi kekuasaan Administrasi Negara, Hukum tersebut mengakibatkan sikap tindak Administrasi Negara harus sesuai recht-matige dan wetmatige, serta berperan terhadap seluruh sikap tindak dan penggunaan kekuasaan oleh Administrasi Negara.
Label:
H. Administrasi Negara
asas asas pemerintahan yang layak
Asas-asas umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan aturan hukum. Asas-asas ini tertuang pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN. Asas hukum adalah jantungnya aturan hukum, ia menjadi titik tolak untuk berpikir, membentuk dan mengintepretasikan hukum. Peraturan hukum merupakan pedoman tentang perilaku yang seharusnya, berisi apa yang boleh, apa yang diperintahkan, dan apa yang dilarang.
Beberapa istilah untuk menyebut asas pemerintahan yang baik ini bermacam-macam, misalnya di Belanda dikenal dengan “Algemene Beginselen van Behoorllijke Bestuungr” (ABBB), di Inggris dikenal “The Principal of Natural Justice” , di Perancis diistilahkan “Les Principaux Generaux du Darioit Coutumier Publique”, di Belgia disebut “Aglemene Rechtsbeginselen”, di Jerman dinamakan “Verfassung Sprinzipien” dan di Indonesia dikatakan sebagai “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik”.
Pengertian asas-asas umum pemerintahan yang baik menurut Jazim Hamidi, merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan HAN. Asas-asas umum pemerintahan yang baik berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud beschikking), dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi penggugat. Sebagian besar asas-asas umum pemerintahan yang baik, masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan masyarakat. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah Hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan Hukum positif.
Arti penting dan fungsi asas-asas umum pemerintahan yang baik bagi administrasi negara adalah sebagai pedoman dalam penafsirkan dan penerapan terhadap ketentuan perundang-undangan yang sumir, samar atau tidak jelas, juga untuk membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara mempergunakan freies ermessen yang jauh menyimpang dari ketentuan Undang-Undang. Administrasi negara dapat terhindar dari perbuatan onrechtmatige daad, detournement de pouvoir, abus de darioit, dan ultravires. Bagi masyarakat, sebagai pencari keadilan, asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat digunakan sebagai dasar gugatan. Bagi hakim Tata Usaha Negara, dapat digunakan segabai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan pejabat Tata Usaha Negara. asas-asas umum pemerintahan yang baik berguna bagi badan legislatif dalam merancang Undang-Undang.
Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah. Ini diatur dalam Wet AROB (Administrasiinistrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yaitu Ketetapan-ketetapan pemerintahan dalam hukum administrasi oleh kekuasaan kehakiman “Tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik”.
Asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim. Sebagai hukum tidak tertulis, arti yang tepat untuk asas-asas umum pemerintahan yang baik bagi tiap keadaan tersendiri, tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Paling sedikit ada 7 asas-asas umum pemerintahan yang baik yang sudah memiliki tempat yang jelas di Belanda: Asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan, larangan ‘detournement de pouvoir’, dan larangan bertindak sewenang-wenang.
Penjelasan asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat dinilai dari pada asas persamaan yakni hal-hal yang sama harus diperlakukan sama. Asas kepercayaan yaitu legal expectation, harapan-harapan yang ditimbulkan (janji-janji, keterangan-keterangan, aturan-aturan kebijaksanaan dan rencana-rencana) sedapat mungkin harus dipenuhi. Asas kepastian hukum yakni secara materiil menghalangi badan pemerintah untuk menarik kembali suatu ketetapan dan mengubahnya yang menyebabkan kerugian yang berkepentingan (kecuali karena 4 hal yaitu dipaksa oleh keadaan, ketetapan didasarkan pada kekeliruan, ketetapan berdasarkan keterangan yang tidak benar, syarat ketetapan tidak ditaati), hal ini secara formil ketetapan yang memberatkan dan menguntungkan harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas kecermatan yaitu suatu ketetapan harus diambil dan disusun dengan cermat (dengan pihak ke tiga, hearing, nasihat). Asas pemberian alasan yakni ketetapan harus memberikan alasan, harus ada dasar fakta yang teguh dan alasannya harus mendukung. Penyalahgunaan wewenang yaitu tidak boleh menggunakan wewenang untuk tujuan yang lain. Willekeur atau wewenang, kurang memperhatikan kepentingan umum, dan secara kongkret merugikan.
Asas-asas umum pemerintahan yang baik di Indonesia menurut Kuntjoro Purbopranoto meliputi Asas kepastian hukum, Asas keseimbangan: penjatuhan hukuman yang wajar terhadap pegawai, Asas kesamaan, Asas bertindak cermat, Asas motivasi, Asas jangan mencampuradukkan kewenangan, Asas permainan yang layak: pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil, Asas keadilan atau kewajaran, Asas menanggapi pengharapan yang wajar, Asas meniadakan suatu akibat keputusan-keputusan yang batal: jika akibat pembatalan keputusan ada kerugian, maka putusan hukum yang dirugikan harus diberi ganti rugi dan rehabilitasi, Asas perlindungan pandangan hidup pribadi: setiap PNS diberi kebebasan dan hak untuk mengatur hidup pribadinya dengan batas Pancasila, Asas kebijaksanaan: Pemerintah berhak untuk membuat kebijaksanaan demi kepentingan umum, dan Asas pelaksanaan kepentingan umum.
Asas kepastian hukum, memiliki dua aspek yaitu aspek hukum material dan aspek hukum formal. Dalam aspek hukum material terkait dengan asas kepercayaan. asas kepastian hukum menghalangi penarikan kembali/perubahan ketetapan. Asas ini menghormati hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah, meskipun keputusan itu salah sedangkan aspek hukum formal, memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dng tepat apa yang dikehendaki suatu ketetapan.
Asas Keseimbangan, asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan pegawai dan adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan.
Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebas.
Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak cermat dalam melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan ketetapan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua faktor yang terkait dengan materi ketetapan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum yang timbul dari ketetapan.
Asas Motiasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus mempunyai motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan. Alasan harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata Usaha Negara memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam perat perundang-undangan (baik dari segi materi, wilayah, waktu) untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka melayani/mengatur warga negara. Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang melampaui batas.
Dua jenis penyimpangan penggunaan wewenang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yakni penyalahgunaan wewenang (detournrment de pouvoir), yaitu badan/pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut. Sewenang-wenang (willekuer), yaitu badan/pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.
Asas Permainan yang Layak (Fair Play), asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara.
Asas Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara proposional, sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan moral, adat istiadat.
Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.
Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi, asas ini menghendaki pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan warga negara. Penerapan asas ini dikaitkan dengan sistem keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi masyarakat. Pandangan hidup seseorang tidak dapat digunakan ketika bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.
Asas Kebijaksanaan, asas ini menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada perat perundang-undangan formal.
Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Mengingat kelemahan asas legalitas, pemerintah dapat bertindak atas dasar kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan umum.
Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang Baik menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 menyatakan Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara; Asas Tertib Penyelenggara-An Negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara; Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif; Asas Keterbukaan, yaitu membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara; Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara; Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Asas Akuntabilitas yaitu asas yang menentukan setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pembagian asas-asas umum pemerintahan yang baik terkait dengan beschikking, adalah asas-asas yang bersifat formal/prosedural yaitu yang berkaitan dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam pembuatan ketetapan. Seperti asas kecermatan, asas permainan yang layak. Asas-asas yang bersifat material/substansial yaitu isi dari keputusan pemerintah. Seperti asas kepastian Hukum, asas persamaan, asas larangan sewenang-wenang, larangan penyalahgunaan wewenang.
* dari berbagai sumber
Label:
H. Administrasi Negara
Sabtu, 17 September 2011
Hukum Administrasi Negara
Hukum administrasi negara adalah hukum mengenai pemerintahan di dalam kedudukan, tugas, dan fungsi nya sebagai administrasi negara.
yang dimaksud pemerintah disini adalah keseluruhan dari jabatan-jabatan di dalam suatu negara yagn mempunyai tugas dan wewenang politik negara dan pemerintah.
fungsi pemerintah yaitu :
- mengembangkan dan menegakkan persatuan nasional dan teritorial.
- mengembangkan kebudayaan nasional
- pemerintah melaksanakan keputusan dan kehendak negara serta menyelenggarakan peraturan
- sebagai fungsi administrasi
- fungsi bisnis
pemerintah bekerja menentukan kebijakan beserta juga melaksanakan kebijakan itu sendiri, oleh kerena itu pemerintah kedeudukanya 2 muka
aktifitas pokok hukum administrasi negara yaitu
- beschiking, yaitu mengeluarkan ketetapan atau keputusan.
- planing, yaitu perencanaan
- norma jabaran, yaitu berfungsi menjabarkan undang - undang yang bersifat umum abstrak menjadi keputusan yang bersifat individual kongrit.
- legislasi semu,yaitu menetapkan bentuk - bentuk tertentu
persyaratan aktifitas pokok hukum administrasi negara :
- Efektifitas, maksudnya yaitu agar ketetapan yang dikeluarkan berlaku efektif dan tepat sasaran
- yuridiktas, hal ini berkaitan dengan asas hukum
- legalitas, hal ini berkaitan dengan undang - undang
- legitimitas, persyaratan ini berkaitan dengan keadaan masyarakat, aspirasi, artinya ketetapan yang dikeluarkan harus adil bagi masyarakat dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.
- efisiensi, artinya segala keputusan yang diambil harus berlaku efisien
- moralitas, artinya keputusan itu disesuaikan dengan moral
- tehnologi,
Upaya supaya persyaratan berjalan dengan baik yaitu
- pengawasan, pengawasan ini bisa dalam bentuk intern contohnya pengawasan dari ekspektorat dan ekstern contohnya media massa, lsm, dprd, atasan dan bawahan
- pembinaan personil, contohnya diklat, pemberian penghargaan bagi yang berprestasi, pemberian sanksi yang juga jelas
- pembinaan sistematis, yang dimaksud disini yaitu pembinaan yang yang jelas, diberikan secara teratur dan terus menerus
- pengembangan hukum administrasi negara, hal ini harus selalu berkembang secara up to date, artinya harus disesuaikan keadaan dan kondisi saat ini
Label:
H. Administrasi Negara
Langganan:
Postingan (Atom)