Multi-styled Text Generator at TextSpace.net

Kamis, 17 November 2011

instrumen pemerintah

BAB V
INSTRUMEN PEMERINTAHAN


Pemerintahan dalam menjalankan tugas, fungsi, kewajiban dan tanggung jawabnya diperlengkapi dengan berbagai macam instrumen antara lain adalah, Insrumen Yuridis Pemerintah yang meliputi Peraturan Perundang-undangan, Ketetapan Tata Usaha Negara (K TUN), Peraturan Kebijaksanaan, Rencana, Perizinan, dan Instrumen Hukum Keperdataan.
Adapun sifat norma hukum administrasi adalah norma umum-abstrak, misalnya Undang-Undang, norma individual konkret, misalnya K TUN, norma umum konkret, dan norma individual abstrak, misalnya izin gangguan.
Peraturan Perundang-undangan bercirikan sebagai berikut, bersifat umum dan komprehensif, bersifat universal untuk peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya, memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri seperti pencantuman klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali jika terdapat kekeliruan.
Pengertian Peraturan Perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang dinyatakan bahwa ” peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum”. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa ”peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”. Demikian pula menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Kewenangan Pemerintah dalam bidang legislasi merupakan langkah mundur pembuat Undang-Undang (terugtred van de wetgever), dalam rangka aplikasi norma Hukum administrasi umum-abstrak terhadap peristiwa konkret dan individual. Sifatnya adalah mandiri berupa keputusan yang merupakan peraturan perundang-undangan dan tidak mandiri (Kolegial).
Ketetapan Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dinyatakan bahwa ”ketetapan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.
Unsur-unsur dalam K TUN sendiri adalah meliputi, penetapan tertulis, dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, menimbulkan akibat hukum, seseorang/badan Hukum perdata.
Syarat-syarat pembuatan K TUN adalah memenuhi syarat-syarat materiil dan syarat-syarat formal. Memenuhi syarat maksudnya adalah apa bila syarat materiil dan syarat formal telah terpenuhi maka ketetapan itu sah menurut Hukum, apa bila satu/beberapa persyaratan tidak terpenuhi, ketetapan itu mengandung kekurangan dan menjadi tidak sah.
Adapun memenuhi syarat-syarat material maksudnya adalah organ pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang, ketetapan tidak boleh mengandung kekurangan yuridis, seperti penipuan, paksaan atau suap, dan kesesatan, Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan/situasi tertentu, ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lain, serta isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Sedangkan memenuhi syarat-syarat formal maksudnya adalah syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubungan dengan cara dibuatnya ketetapan harus dipenuhi, ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam perat perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu, dan syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan ketetapan harus dipenuhi.
Akibat ketetapan yang tidak sah (menurut A.M. Donner) maka harus dipandang sebagai: Tap harus dianggap batal sama sekali, Berlakunya Tap dapat digugat baik dalam banding, dalam pembatalan oleh jabatan, dan dalam penarikan kembali, serta apa bila memerlukan persetujuan/peneguhan, badan yang lebih tinggi dapat tidak memberikan persetujuan/peneguhan, dan Tap diberi tujuan lain daripada tujuan semula.
Berlakunya ketetapan dapat saja terjadi jika berdasarkan peraturan dasarnya terhadap tap itu tidak memberi kemungkinan banding bagi yang dikenai tap, ketetapan mulai berlaku sejak saat diterbitkan, jika berdasarkan peraturan dasarnya terdapat kemungkinan banding terhadap tap, keberlakuan ketetapan tergantung dari proses banding atau sejak saat berakhirnya batas waktu banding, dan jika tap memerlukan pengesahan organ yang lebih tinggi, ketetapan mulai berlaku setelah mendapat pengesahan.
Ketetapan yang Sah dan sudah dinyatakan berlaku adalah dianggap mempunyai kekuatan Hukum formal, mempunyai kekuatan Hukum material, dan melahirkan prinsip praduga rechtmatig (het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa).
Ketetapan yang telah memiliki kekuatan Hukum formal tidak dapat dibantah baik oleh pihak yang berkepentingan, hakim, organ pemerintah yang lebih tinggi, maupun organ yang membuat tap. Ketetapan mempunyai kekuatan Hukum material bila tap itu tidak lagi dapat ditiadakan oleh alat negara yang membuatnya, kecuali peraturan perundang-undangan memberikan kemungkinan kepada administrasi negara untuk meniadakan ketetapan itu.
Presumtio Justea Causa artinya setiap tap yang dikeluarkan oleh pemerintah dianggap sah menurut hukum. Dengan konsekuensi sebagai berikut: setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, kecuali setelah ada pembatalan dari pengadilan, setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya, meskipun terdapat keberatan, banding, perlawanan atau gugatan terhadap tap oleh pihak yang dikenai tap tersebut.
Asas praduga rechtmatig berkaitan dengan asas kepastian Hukum (salah satu AAUPL). Praktik administrasi di Indonesia bertentangan dengan kedua asas tersebut di atas: Dalam surat ketetapan terdapat klausula pengaman, yang berbunyi “apa bila dikemudian hari terdapat kekeliruan atau kekurangan, maka surat keputusan ini akan ditinjau kembali”
Dalam Freies Ermessen/Discretion, menurut Sjachran Basah dinyatakan bahwa Freies Ermessen adalah keleluasan dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan menurut S.F Marbun Freies Ermessen adalah kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri menyelesaikan persoalan-persoalan penting dan mendesak yang muncul secara tiba-tiba, di mana hukum tidak mengaturnya.
Unsur-unsur dari Freies Ermessen dalam Negara Hukum adalah meliputi ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik; merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara; sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum; sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri; sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba; dan sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
Harus dapat dipertanggungjawabkan secara Moral dan Hukum maksudnya jika secara moral maka tanggung jawab didasarkan atas Pancasila dan Sumpah/Janji, namun jika secara hukum maka tanggung jawab akan melingkupi batas atas dan batas bawah di mana dalam batas atas ia wajib taat asas terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak melanggar hukum dan dalam batas bawah maka ia tidak boleh melanggar hak asasi warga negara.
Menurut Peraturan Kebijaksanaan, kewenangan diskresioner administrasi negara yang diwujudkan dalam instrumen yuridis tertulis melahirkan peraturan kebijaksanaan. Peraturan kebijaksanaan hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi peraturan perundang-undangan. Disebut psudeo-wetgeving (Perundang-undangan semu) atau spigelsrecht (hukum bayangan). Kekuatan mengikat Peraturan Kebijaksanaan adalah sebagai berikut, Peraturan kebijaksanaan pada dasarnya ditujukan kpada administrasi negara sendiri. Artinya peraturan kebijaksanaan hanya mengikat administrasi Negara. Dan Peraturan kebijaksanaan bagi masyarakat menimbulkan keterikatan secara tidak langsung.
Pembuatan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut, tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang diskresioner yang dijabarkan itu. Tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat. Dipersiapkan dengan cermat. Isi dari kebijaksanaan harus memberikan kejelasan yang cukup mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga yang terkena peraturan tersebut. Tujuan dan dasar pertimbangan mengenai kebijaksanaan yang akan ditempuh harus jelas. Harus memenuhi syarat kepastian hukum material.
Penggunaan Peraturan Kebijaksanaan harus memperhatikan hal-hal berikut, Harus sesuai dan serasi dengan tujuan Undang-Undang yang memberikan ruang kebebasan bertindak. Serasi dengan asas-asas Hukum umum yang berlaku misalnya asas perlakuan yang sama menurut Hukum, asas kepatutan dan kewajaran, asas keseimbangan, asas pemenuhan kebutuhan dan harapan, dan asas kelayakan mempertimbangkan kepentingan publik dan warga masyarakat. Serasi dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.
Di dalam rencana-rencana, konsep perencanaan pemerintah dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinasi mengenai keputusan-keputusan kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan cara pelaksanaannya. Demikian pula dalam Perizinan, Sjachran Basah menyatakan bahwa “izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam penerapannya kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas.
Fungsi Perizinan, menurut Sjachran Basah adalah “izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prayudi Atmosudirdjo, “berkenaan dengan fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat”
Dalam instrumen Hukum Keperdataan, dipaparkan bahwa penggunaan instrumen hukum publik merupakan fungsi dasar dari organ pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, sedangkan penggunaan hukum privat merupakan konsekuensi paham negara kesejahteraan. Kedudukan pemerintah dalam menggunakan Instrumen Hukum Perdata adalah pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan sekaligus melibatkan diri dalam hubungan Hukum keperdataan dengan kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata. Pemerintah menggunakan instrumen Hukum keperdataan tanpa menempatkan diri dalam kedudukan yang sejajar dengan orang/badan Hukum perdata.
Bentuk Instrumen Hukum Perdata adalah Perjanjian Perdata Biasa: kedudukan Hukum pemerintah sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian Perdata dengan Syarat Standar: kedudukan Hukum pemerintah tidak sejajar dengan orang/badan Hukum perdata, Perjanjian mengenai Kewenangan Publik, obyek: cara badan/pejabat Tata Usaha Negara menggunakan wewenang pemerintahan. Perjanjian mengenai kebijaksanaan pemerintah, obek: kebijakan publik, dalam hal ini hak kebendaan pemerintah sebagai sarana untuk capai tujuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar