Multi-styled Text Generator at TextSpace.net

Kamis, 17 November 2011

peradilan tata usaha negara

BAB X
PERADILAN TATA USAHA NEGARA


Dasar Hukum dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 junto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Pengertian dari Peradilan Tata Usaha Negara sendiri adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Jadi orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Asas-asas hukum yang melandasi Peradilan Tata Usaha Negara adalah Asas Praduga Rechtmatig, Asas Pembuktian Bebas maksudnya, hakimlah yang menetapkan beban pembuktian, Asas Keaktifan hakim (dominus litis), Asas Putusan Pengadilan mempunyai Kekuatan Mengikat “erga omnes”, bagi siapa saja.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (yang dibentuk dengan keputusan presiden) merupakan pengadilan tingkat pertama, berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (yang dibentuk dengan Undang-Undang) merupakan pengadilan tingkat banding, berkedudukan di ibukota Propinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi. Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang, Misalnya pengadilan pajak. Pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Ketetapan Tata Usaha Negara yang mengenal upaya administratif di mana dalam hal suatu badan atau pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Upaya Administratif sendiri dapat dilakukan dengan cara Keberatan yaitu dalam hal penyelesaian dilakukan oleh instansi yang sama, ialah badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Ketetapan Tata Usaha Negara. Cara Banding Administratif yaitu dalam hal penyelesaian dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain.
Peradilan Tata Usaha Negara ini seperti halnya peradilan yang lain, ia juga memiliki aturan main yang disebut dengan hukum acara. Hukum Acara yang berlaku dalam lingkungan peradilan ini terdiri dari pertama, Hukum acara materiil yang meliputi kompetensi absolut dan relatif, Hak gugat, Tenggang waktu menggugat, Alasan menggugat, dan Alat bukti. Hukum acara formal terdiri dari Acara biasa, Acara cepat, dan Acara singkat.
Dimaksud dengan kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara di dalam Sengketa Tata Usaha Negara, maksudnya bahwa sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimaksud dengan Kompetensi Relatif apabila gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat. Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut.
Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.
Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta. Dan apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan tergugat.
Ketetapan Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 3) adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Unsur-unsur Ketetapan Tata Usaha Negara terdiri dari Penetapan tertulis, Dikeluarkan oleh badan/pejabat Tata Usaha Negara, Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bersifat konkret, individual dan final, Menimbulkan akibat hukum, serta Seseorang/badan Hukum perdata.
Termasuk dalam Ketetapan Tata Usaha Negara adalah apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu, maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimnya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Tidak termasuk dalam Ketetapan Tata Usaha Negara meliputi Ketetapan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; Ketetapan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; Ketetapan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan; Ketetapan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; Ketetapan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; Ketetapan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; Keputusan KPU baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
Tenggang Waktu Menggugat di dalam peradilan Tata Usaha Negara jika yang dituju adalah Ketetapan Tata Usaha Negara, maka tenggangnya terhitung 90 hari sejak saat Ketetapan Tata Usaha Negara diterima. Bagi pihak ketiga yang berkepentingan maka tenggangnya terhitung 90 hari sejak saat Ketetapan Tata Usaha Negara diumumkan. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1991 dikatakan bahwa bagi pihak ketiga yang tidak dituju oleh Ketetapan Tata Usaha Negara, maka penghitungan 90 hari adalah sejak yang bersangkutan mengetahui adanya Ketetapan Tata Usaha Negara tersebut dan merasa kepentingannya dirugikan oleh Ketetapan Tata Usaha Negara.
Hak Gugat diperuntukan bagi yang dapat bertindak sebagai Penggugat yakni orang atau badan hukum perdata atau juga untuk yang kepentingannya dirugikan oleh Ketetapan Tata Usaha Negara.
Petitum terdiri dari Petitum Pokok, maksudnya agar Ketetapan Tata Usaha Negara dinyatakan tidak sah atau batal dan Petitum Tambahan, maksudnya ganti rugi dan rehabilitasi.
Alasan atau dasar gugatan materinya meliputi Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang meliputi: kepastian hukum; tertib penyelenggaraan negara; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; dan akuntabilitas.
Alat bukti yang dapat digunakan dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah meliputi surat atau tulisan; keterangan ahli; keterangan saksi; pengakuan para pihak; dan pengetahuan Hakim. Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
Di dalam beracara PTUN terdapat Acara Biasa yang urutannya adalah sebagai berikut Pra Pemeriksaan, meliputi pengajuan gugatan, biaya perkara, dan pencatatan perkara dalam daftar. Pemeriksaan Pendahuluan meliputi rapat permusyawaratan, pemeriksaan persiapan, penetapan hari sidang, dan panggilan para pihak. Pemeriksaan di Sidang Pengadilan meliputi intervensi, pemeriksaan berkas, dan putusan pengadilan.
Perihal gugatan materinya terdiri dari Gugatan yaitu permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan dan Tergugat yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
Isi gugatan sesuai dengan Pasal 56 terdiri dari muatan gugatan yang meliputi nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan penggugat atau kuasanya. Nama, jabatan, dan tempat kedudukan tergugat.
Isi dari dasar gugatan (posita) terdiri atas petitum yang lengkap dan jelas. Sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara. yang disengketakan oleh penggugat. Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah.
Biaya perkara juga disertakan, di dalamnya terdiri atas pengajuan gugatan yang penggugat membayar uang muka biaya perkara, yang besarnya ditaksir oleh Panitera Pengadilan, uang muka biaya perkara ialah biaya yang dibayar terlebih dahulu sebagai uang panjar oleh penggugat terhadap perkiraan biaya berperkara yang diperlukan dalam proses sengketa.
Dalam Peradilan Tata Usaha Negara juga dimungkinkan untuk beracara tanpa biaya, di mana penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan untuk bersengeketa dengan cuma-cuma. Permohonan diajukan pada waktu penggugat mengajukan gugatannya disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah di tempat kediaman pemohon. Permohonan tersebut harus diperiksa dan ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa diperiksa. Penetapan ini diambil di tingkat pertama dan terakhir. Penetapan Pengadilan yang telah mengabulkan permohonan penggugat untuk bersengketa dengan cuma-cuma di tingkat pertama, juga berlaku di tingkat banding dan kasasi.
Hal berikutnya adalah pencatatan perkara dalam Daftar, di mana setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara, gugatan dicatat dalam daftar perkara oleh Panitera Pengadilan. Untuk perkara cuma-cuma, gugatan baru dicatat dalam daftar perkara setelah adanya penetapan yang mengabulkan bersengketa tanpa biaya.
Rapat permusyawaratan (prosedur dismisal), maksudnya adalah bahwa dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memutuskan jika gugatan yang diajukan sebelum diperiksa di persidangan dapat dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
Hasil Rapat ini dapat berupa penerimaan atau penolakan terhadap gugatan dalam bentuk penetapan, yang diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya setelah dipanggil dengan surat tercatat oleh Panitera.
Di sini dimungkinkan terdapat perlawanan yaitu terhadap penetapan penolakan dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan. Isi Perlawanan pada hakekatnya menyatakan bahwa gugatan sempurna memenuhi syarat-syarat Pasal 56. Perlawanan diperiksa dan diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat. Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka penetapan penolakan gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.
Hakim dalam Pemeriksaan Persiapan yakni sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Di sini Hakim wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari. Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. Terhadap putusan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru.
Penentuan penetapan hari sidang yakni hakim harus mempertimbangkan jauh dekatnya tempat tinggal kedua belah pihak dari tempat persidangan. Hari persidangan ditetapkan selambat-lambatnya 30 hari setelah gugatan dicatat dalam daftar perkara.
Panggilan para pihak dilakukan dengan pertimbangan jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang yang tidak boleh kurang dari enam hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat. Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirimkan dengan surat tercatat. Dalam hal salah satu pihak berkedudukan atau berada di luar negeri, maka surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan diteruskan melalui Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Departemen Luar Negeri segera menyampaikan surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dalain wilayah tempat yang bersangkutan berkedudukan atau berada. Petugas Perwakilan Republik Indonesia dalam jangka waktu tujuh hari sejak dilakukan pemanggilan tersebut, wajib memberi laporan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, untuk keperluan pemeriksaan, maka Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakannya terbuka untuk umum. Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum.
Dalam hal Penggugat tidak hadir atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan yang kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patut, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara. Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah membayar uang muka biaya perkara.
Dalam hal Tergugat tidak hadir, atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali sidang berturut-turut dan/atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggujawabkan meskipun setiap kali telah dipanggil dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan Surat penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan. Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan dengan Surat tercatat penetapan tidak diterima berita, baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadirnya tergugat. Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilakukan secara tuntas.
Pemeriksaan Sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang, dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing. Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatan hanya sampai dengan replik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus saksama oleh Hakim. Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan saksama oleh Hakim.
Dalam hal pencabutan gugatan, penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan, oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pangadilan hanya apabila disetujui tergugat.
Dalam hal Eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan apabila Hakim mengetahui hal itu, ia karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pangadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan. Eksepsi tentang kewenangan relatif Pengadilan diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa. Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan Pengadilan hanya dapat diputus bersama dengan pokok sengketa.
Dalam hal Intervensi, selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa Hakim, dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak sebagai pihak yang membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa. Permohonan tersebut dapat dikabulkan atau ditolak oleh Pengadilan dengan putusan sela yang dicantumkan dalam berita acara sidang. Permohonan banding terhadap putusan sela tidak dapat diajukan tersendiri, tetapi harus bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir dalam pokok sengketa.
Dalam hal Pemeriksaan berkas, dengan izin Ketua Pengadilan, penggugat, tergugat, dan penasihat hukum dapat mempelajari berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang bersangkutan di kepaniteraan dan membuat kutipan seperlunya. Para pihak yang bersangkutan dapat membuat atau menyuruh membuat salinan atau petikan segala surat pemeriksaan perkaranya, dengan biaya sendiri setelah memperoleh izin Ketua Pengadilan yang bersangkutan. Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.
Putusan Pengadilan yang dijatuhkan dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, jika kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing. Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut. Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutanya. Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan. Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum, atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak.
Putusan Pengadilan ini dapat berupa gugatan ditolak yaitu memperkuat keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, atau gugatan dikabulkan yaitu tidak membenarkan keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik seluruhnya maupun sebagian, atau gugatan tidak diterima yaitu gugatan tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, atau gugatan gugur yaitu apabila para pihak atau kuasanya tidak hadir pada persidangan yang telah ditentukan dan dipanggil secara patut.
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan Pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara. Kewajiban tersebut berupa pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara; atau pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 (karena sebelumnya tidak ada). Kewajiban tersebut dapat disertai pembebanan ganti rugi. Dalam hal putusan Pengadilan menyangkut kepegawaian, maka di samping kewajiban tersebut, dapat disertai pemberian rehabilitasi.
Pemeriksaan Dengan Acara Cepat dilakukan apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon kepada Pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat. Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah diterimanya permohonan mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut. Terhadap penetapan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan Hakim tunggal. Dalam hal permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi empat belas hari.
Pemeriksaan dengan Acara Singkat terjadi karena dua hal pertama ada perlawanan, ke dua terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan.
Menurut Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 dikatakan bahwa gugatan pada prinsipnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Permohonan dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
Permohonan penundaan ini dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan. Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Dalam hal Proses Banding, maka permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah. Permohonan pemeriksaan banding disertai pembayaran uang muka biaya perkara banding lebih dahulu, yang besarnya ditaksir oleh Panitera. Permohonan pemeriksaan banding dicatat oleh Panitera dalam daftar perkara. Panitera memberitahukan hal tersebut kepada pihak terbanding. Selambat-lambatnya tiga puluh hari sesudah permohonan pemeriksaan banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut. Salinan putusan, berita acara, dan surat lain yang bersangkutan harus dikirimkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat-lambatnya enam puluh hari sesudah pernyataan permohonan pemeriksaan banding. Para pihak dapat menyerahkan memori banding dan/atau kontra memori banding serta surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dengan ketentuan bahwa salinan memori dan/atau kontra memori diberikan kepada pihak lainnya dengan perantaraan Penitera Pengadilan.
Pemeriksaan dalam Banding dilakukan apabila Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang lengkap, maka PT tersebut dapat mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan tambahan atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan melaksanakan pemeriksaan tambahan. Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan tidak berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, sedang Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat lain, Peradilan Tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus sendiri perkara itu atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan memeriksa dan memutusnya.
Dalam hal Kasasi terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Dalam hal Peninjauan Kembali terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Acara pemeriksaan peninjauan kembali dilakukan menurut ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Dalam hal Pelaksanaan Putusan, maka salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari. Dalam hal 4 (empat) bulan setelah putusan Pengadilan dikirimkan, tergugat tidak melaksanakan kewajibannya (untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara), maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c (pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3), dan kemudian setelah 3 (tiga) bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, penggugat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar